Sunday, February 1, 2015

Kita dan Musik

Penulis: Endar Wahyuni

Ini hanya selarik rindu pada cerita-cerita minggu sore yang pernah kita tulis. Yang pernah kita rangkai apik baris demi baris hingga paragraf terakhir. Lalu, kita tutup dengan membubuhkan titimangsa pada bagian yang masih putih. Begitu seterusnya. Cerita kita terus mengalir mengikuti musim yang terus silih berganti.

Tapi, ini hanya selarik rindu seperti yang kukatakan sejak awal. Karena aku sudah kehabisan tinta untuk menuliskan cerita kita. Buku yang kosong pun hampir menjadi bubur terguyur hujan sejak kemarin sore. Untung saja buku yang sudah penuh coretan tentang kita semalam berada dalam dekapanku. Jadi, dia masih utuh menyimpan kenangan tentang kisah yang tak ‘kan terulang.

“Mbak?” panggil May seraya menepuk bahuku.

Aku tersentak kaget. Buru-buru kulepaskan headset yang menempel di kedua kupingku.

“Heh, ngagetin aja. Ada apa?” tanyaku sedikit memonyongkan bibir.

“Yeee... orang dipanggil-panggil dari tadi nggak denger. Kirain nulis apaan serius banget, rupanya sambil dengerin musik.”

“Eh, iya, maaf. Ada apa, May?” Kulembutkan nada bicaraku.

“Mbak Tita galau, ya? Pasti gara-gara cowok." May tidak menjawab pertanyaanku, malah gantian bertanya.

“Enggak, kok. Ada apa, sih? Kalau nggak jadi ngomong aku pasang headset lagi, nih!” ancamku.

“Tadi, sih, pengen pinjam laptopnya. Cuma, Mbak Tita sepertinya sibuk nulis, ya. Terus kelihatan sendu banget gitu. Kenapa, Mbak?”

Aku tak menjawab pertanyaannya. Hanya sejenak mendongak padanya lalu kembali meneruskan tulisanku yang kurasa tinggal sedikit lagi selesai. Supaya May bisa segera menggunakan laptopku juga. Sementara May, kulihat dia akhinya memilih mengambil posisi duduk di sampingku. Aku tak memedulikannya.

“Ini hanya selarik rindu pada cerita-cerita minggu sore yang pernah kita tulis. Yang pernah kita rangkai apik baris demi ba...”

“Apa-apaan, sih?!” potongku jengkel karena May sengaja membaca tulisanku keras-keras.

“Cie... galau... cie...,” ledeknya. “Pasti lagunya juga galau, tuh,” lanjutnya seraya merebut headset---yang sengaja tak kupakai lagi---yang kuletakkan di pangkuanku.

Kubiarkan saja dia. Aku hanya tersenyum kecil ketika melihatnya mencoba mendengarkan musik dari laptopku. Kepalanya sedikit dimiringkan, mungkin dia ingin mendengar lebih jelas lagi. Maklum, yang diambilnya hanya headset yang sebelah kanan saja.

“Kok?” tanyanya dengan raut wajah kebingungan.

“Makanya, kalau baca itu sampai akhir, biar tahu isinya apa.”

Kucopot headset dari laptopku. Lalu, kukeraskan volumenya. Terdengar suara penyanyi cilik Sulis mengalun merdu membawakan lagu-lagu dalam album ‘Cinta Rasul’. Aku kembali cengengesan melihat May yang masih kelihatan sedikit bingung. Lalu, dibacanya kembali tulisan yang sengaja ingin kuposting di blog pribadiku. Kali ini, aku tahu dia membacanya hingga akhir.

“Oh....” May mengangguk-angguk.

“Cocok, kan, isi tulisan sama lagunya?” tanyaku sambil sedikit mencibirkan bibir.

May mendelik kesal. Kali ini giliran dia yang galau gara-gara salah mengira. Sementara, bayangan anak-anak kecil berkopiah dan atau berjilbab kembali menggelantung dalam ingatanku. Menabur rindu yang tiada terkira. Rindu pada masa-masa bersama mereka.


JOG, En-010215



Lihat juga Flash Fiction lainnya di sini

No comments:

Post a Comment