Wednesday, December 16, 2015

Mengapa Cewek yang Hamil di Luar Nikah Lebih Mudah Melahirkan?

Akhir-akhir ini, hamil di luar nikah seperti sudah membumi, sudah menjadi rahasia umum bahkan dari kalangan pelajar sekalipun. Kurangnya pengawasan dari orang tua dan pergaulan anak yang bebas menyebabkan hal itu terjadi.

Tapi siapa sangka, cewek yang hamil di luar nikah malah lebih mudah dalam menjalani masa-masa hamil dan melahirkan. Kenapa hal itu bisa terjadi?

Padahal mereka yang hamil di luar nikah dan wanita yang hamil karena pernikahan yang sah sama-sama hamil. Waktunya pun sama sembilan bulan. Perutnya juga sama membesar. Tapi kenapa mereka yang hamil di luar nikah terlihat lebih mudah dalam menjalani masa-masa hamil dan melahirkan?

Seorang ustadz menjawab pertanyaan ini.

1.      Rasa Kepayahan Dicabut
Mereka yang hamil di luar nikah tidak merasakan kepayahan ketika hamil seperti wanita yang hamil karena pernikahan yang sah. Mereka tidak terlihat sedang hamil. Ada yang masih bisa menyembunyikan perut buncitnya. Mereka bahkan masih bisa mengikuti kegiatan sekolah, seperti olahraga dan hal lainnya. Allah SWT mencabut rasa kepayahan itu. Padahal, rasa payah ketika hamil sesungguhnya adalah pahala bagi seorang Ibu. Maka, tidak ada pahala bagi mereka yang hamil di luar nikah.

2.      Rasa Nikmat Dicabut
Seringkali, Allah SWT juga mencabut nikmat hamil bagi mereka yang hamil di luar nikah. Banyak ibu-ibu yang sangat menikmati masa-masa kehamilannya. Bersyukur atas anugrah terindah berupa titipan dari Allah itu. Namun, tidak sama halnya bagi orang yang hamil di luar nikah. Mereka seperti kehilangan nikmat hamil karena tiada rasa syukur dari dalam diri mereka. Yang ada hanya rasa menyesal, rasa bersalah, atau bahkan rasa tidak terima.

3.      Rasa Sakit Dicabut
Melahirkan normal itu sangat menyakitkan, bahkan ada yang mengatakan bahwa rasa sakit melahirkan itu mencapai 45 DEL (DEL merupakan satuan sakit), tapi ada juga wanita yang melahirkan dapat mencapai kesakitan sebanyak 57 DEL.
Rasa sakit itu merupakan pahala yang besar yang diberikan oleh Allah SWT bagi wanita yang melahirkan dari pernikahan yang sah. Tapi bagi mereka yang hamil di luar nikah, Allah SWT mencabut kenikmatan itu dan bahkan tidak memberikan mereka rasa sakit yang teramat sangat. Jika sakit, itu pun tidak dihitung pahala.

4.      Rasa Sayang Dicabut
Terakhir, Allah SWT juga mencabut rasa sayang kepada bayi yang dilahirkan bukan dari pernikahan yang sah. Maka dari itu, sang ibu yang tidak sanggup menerima kenyataan bahwa ia sudah punya anak dengan rela membuang bayi tersebut, bahkan langsung membunuhnya.



Sumber: http://www.catatankecilku.net/2015/11/ini-alasan-cewek-yang-hamil-di-luar.html

Monday, October 26, 2015

JIKUSTIK - UNTUK DIKENANG





Ingat aku saat ‘kau lewati
Jalan ini setapak berbatu
Kenang aku bila ‘kau dengarkan
Lagu ini terlantun perlahan

Barisan puisi ini
Adalah yang aku punya
Mungkin akan ‘kau lupakan
Atau untuk dikenang

Ingat aku bila ‘kau terasing
Dalam gelap keramaian kota

Tulisan dariku ini
Mencoba mengabadikan
Mungkin akan ‘kau lupakan
Atau untuk dikenang.

Doakanlah aku malam ini
Sebelum ‘kau mengarungi malam




Sumber: http://musiklib.org/Jikustik-Untuk_Dikenang-Lirik_Lagu.htm

Friday, October 16, 2015

LIFE (Part 24) "Keabadian yang Tak Pernah Terabadikan



Setiap perjalanan menyimpan ceritanya masing-masing. Setiap cerita menyimpan kenangannya sendiri-sendiri. Setiap kenangan menyimpan rasa demi rasanya. Tangis, tawa, sedih, bahagia, jenuh, rindu adalah bagian dari rekaman perjalanan ini. Perjalananku, kamu, dan kamu. Mewujudkan sebuah kotak musik yang tak terwujud. Cukup kita yang mengetahui seperti apa bentuknya, bagaimana rasanya, dan sedalam apa kisahnya. Ya, cukup kita---aku, kamu, dan kamu.

Entah sudah berapa musim perjalanan ini mewarnai hari-hari kita. Walau warnanya tak pernah tersentuh kanvas pun cat air. Padahal, mungkin jika seorang seniman berkenan menyentuhnya, entah sudah berapa banyak lukisan yang tercipta. Goresan merah, kuning, biru berpadu apik menyelaraskan pagi ke siang, siang ke malam, hingga malam kembali menemui pagi. Tapi semua objek indah ini memang tak pernah tersentuh seorang seniman pun. Ah, aku pikir bukan mereka yang enggan, tapi kita yang tak pernah menginginkan seseorang melukiskan apa pun tentang kita. Kenapa? Hanya aku, kamu, dan kamu yang tahu dan mengerti betapa berharganya perjalanan ini untuk kita simpan sendiri.

Hujan telah kembali. Setelah gersang menjadi puncaknya kemarau. Dan kita?
Kita masih saja berkelakar. Tentang galau yang kamu bilang candu. Tentang dilema yang kamu bilang masakan terhambar. Tentang air mata yang pernah kubilang adalah obat penawar. Kita masih saja menertawakan satu sama lain. Tak ada yang tahu bahwa ada seribu kekuatan di satu ejekan. Ada sejuta keyakinan di setiap hardikan. Tapi dunia tak akan tahu, bagaimana diksi-diksi itu sangat jarang terlontar manis dalam nuansa romantis. Semua sudah berlalu. Tanpa ada satu kaset pun berhasil merekamnya. Kenapa? Kita tak punya itukah? Ya. Kita memang tak pernah membutuhkannya. Karena hanya aku, kamu, dan kamu yang tahu dan mengerti betapa berharganya perjalanan ini untuk kita simpan sendiri.

Dan entah pertemuan semalam adalah ke berapa ribu kali bumi mengelilingi matahari. Tapi kita masih tetap sama---tertawa, menertawakan, ditertawakan. Mengulas kembali awal perjalanan ini. Kita mulai menyebutkannya satu per satu sampai larut. Tapi ketika kantuk sudah menyergap, kita masih punya banyak stok cerita yang belum diceritakan. Ah..., memang begitu banyak kenangan ini. Kenangan yang tak pernah kita simpan dalam satu foto pun. Kenapa? Padahal ponsel kita mumpuni, bukan? Kenapa tak pernah punya satu keinginan pun untuk mengabadikannya? Karena hanya aku, kamu, dan kamu yang tahu dan mengerti betapa berharganya perjalanan ini untuk kita simpan sendiri.

Lalu?

Apa yang harus diteruskan lagi. Aku pikir kita sudah mengucapkan salam perpisahan itu hampir setengah tahun yang lalu. Saat kamu telah bahagia, saat kamu sedang menyusun hari bahagia, saat aku masih menunggu waktu bahagiaku sendiri.

Dan sekarang?

Sekarang kita sedang sama-sama bahagia. Dengan kehidupan yang aku, kamu, dan kamu punya. Bersama selipan kenangan tentang kita. Tentang tiga anak manusia yang saling menguatkan. Jadi, cukuplah kisah ini milik kita. Biarkan dia menyulap dirinya bak dongeng sebelum tidur. Dongeng yang tak pernah terambah pena dan kertas. Tapi akan tetap mengalir dalam irama kehidupan kita. Biarlah perjalanan ini melayakkan dirinya menjadi keabadian yang tak pernah terabadikan.

Ini milik kita :)


JOG, En-161015


Big thank's to Mr. Paijo and Ms. DC ^-^ ^-^

Tuesday, August 25, 2015

Soal Rindu yang Lain

Penulis: Endar Wahyuni



Pada akhirnya semua memang harus berakhir. Semua rangkaian cerita yang pernah kutulis bersama pagi, kubacakan pada siang, kurekam saat sore datang, lalu kuceritakan kembali ketika senja membara. Semua telah terangkum manis dalam malam-malam yang penuh tawa, tangis, kecewa, bahagia, hingga berujung pada sesaknya rindu.

“Semuanya sudah diatur. Kamu, aku, atau mereka tidak pernah pergi untuk meninggalkan.” Nisa menghela napas sejenak, sebelum akhirnya dia melanjutkan lagi ucapannya, “Inilah kehidupan, Re. Waktu akan terus berjalan dan kamu harus pula mengikuti gerak langkahnya. Aku tahu kamu pasti akan merindukan semuanya. Tapi, bukankah ada kehidupan baru yang mesti dijalani?”

Aku mengangguk sambil melirik perutnya yang semakin membesar. “Kamu menikmatinya?” tanyaku penasaran.

“Iya,” jawabnya berbinar, “Aku menikmati semua rasa nano-nano itu. Persis seperti perjalanan kita dulu---pahit, asam, asin, manis.”

“Pernahkah kamu merindukan kita yang dulu?” Sekali lagi aku bertanya, kali ini dengan mata yang mulai sembab.

Nisa hanya terlihat menghela napas panjang lalu memandangku lekat-lekat. Aku mengangkat bahuku seolah bertanya ‘adakah yang salah dengan pertanyaanku barusan?’. Lantas kubalas tatapannya seiba mungkin, berharap dia segera memberiku jawaban.

“Re, kenapa jadi galau gini, sih? Ini hanya soal kecil. Ayolah! Semua harus berjalan sebagaimana mestinya. Aku tahu kamu sangat mencintai masa lalumu. Tapi, ini hidup, Re... please!”

“Nisa, pernahkan kamu merindukan masa-masa itu?” Kuulangi lagi pertanyaanku.

“Oke, oke, aku jawab. Pernah. Sering malah. Apalagi pas melihat ‘moment-moment’ di mana itu sangat mengingatkanku tentang kebersamaan di masa lalu. Tapi, yang perlu kau tahu, bahwa rasa rindu ini bukan menandakan sebuah kesedihan atau kepiluan. Namun sepenuhnya adalah tentang kebahagiaan, kangen yang menggelitik. Membuat kita sering kali tersenyum sendiri.”

“Aku menyayanginya, Nisa,” rengekku.

“Aku yakin kamu juga sangat menyayangi lelaki yang menemanimu sekarang. Sudah jangan galau, deh. Kaya’ ada masalah besar aja. Tidurlah, Reina! Besok hari pernikahanmu,” tukas Nisa seraya merapikan kembali bingkai demi bingkai foto. Benda yang merangkum segala perjalananku dengannya, dengan teman-teman lainnya, dengan anak-anak asuhanku, dengan teman-teman berbagai organisasiku, juga dengan teman-teman kerjaku. Benda yang kupercaya untuk menyimpan semua cerita ini sebaik mungkin karena mulai besok pagi semua akan kutinggalkan. Membiarkannya singgah rapat dalam ingatan, pengalaman, dan kenangan sebuah kebersamaan.


JOG, En-25081



Lihat juga Flash Fiction lainnya di sini
 

Sunday, June 21, 2015

Mengapa Wanita yang Sedang Haid Haram Berpuasa



Apakah ada di antara teman-teman yang tetap nekat ikutan puasa meskipun sedang datang bulan? Ikutan makan sahur dan baru makan minum lagi ketika azan Magrib?  Waduh, hati-hati, ya…, karena hukum puasa bagi wanita yang sedang haid justru haram, loh!

Ijmak ulama sampai kepada hukum dosa bagi wanita yang secara sengaja melakukan puasa dengan niat ibadah pada hari-hari haidnya. Jadi bukan saja dilarang, tapi juga membuahkan dosa jika mengerjakannya. Jangan salah sangka bahwa hukum tersebut menandakan Islam menajiskan wanita yang sedang haid, karena sama sekali tidak demikian.

Keharaman tersebut berlandasan kepada hadis Rasulullah SAW. Hadis ini juga menujukkan bahwa para wanita shahabiyah di masa Rasulullah SAW sudah mengerti dan tahu pasti bahwa wanita yang sedang haid itu diharamkan shalat dan berpuasa. Semua tercermin dalam dialog mereka dengan Rasulullah SAW berikut ini:
Dari Abi Said Al-Khudhri ra. bahwa Nabi SAW bersabda kepada para wanita, "Bukankah para wanita bila mendapat haid tidak boleh salat dan puasa? Para wanita itu menjawab, Benar. Itulah yang dimaksud dengan kurangnya agama mereka."

Nah, bagi teman-teman yang ingin tahu mengapa hukumnya demikian, mari kita telisik dari segi kesehatan. Karena hal ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan Islam menajiskan wanita haid sehingga tidak boleh beribadah salat ataupun puasa. Islam melarang hal tersebut justru karena memahami kebutuhan wanita yang sedang haid.

Ketika seorang wanita haid, maka ia akan kehilangan banyak darah, termasuk sel darah putih, yang menyebabkan imunitasnya berkurang. Belum lagi hormon dalam tubuhnya yang mengalami perubahan. Sehingga dianjurkan untuk menjaga asupan gizi agar menjaga kesehatan.

Kehilangan banyak darah membuat wanita haid gampang lelah, memiliki kadar emosi yang naik turun, serta rentan terkena anemia. Oleh sebab itu, para medis menganjurkan agar ketika dalam keadaan haid, wanita banyak beristirahat dan mengonsumsi makanan yang bergizi. Agar darah dan logam (magnesium, zat besi) dalam tubuh yang berharga tidak terbuang percuma.

Bisa terbayang jika Islam tetap mewajibkan wanita haid berpuasa? Maka, meskipun kita sanggup berpuasa, janganlah melakukannya! Minumlah dan makanlah banyak asupan gizi  di siang hari, agar tubuh tetap sehat dan prima.