Thursday, August 30, 2012

Jika Ini Saatnya

Inikah saatnya aku kehilangan. Setelah setiap detiknya aku lalui dalam senyumku. Aku sudah tahu, pasti akan ada saatnya, untuk kesekian kalinya akan pergi. Walau entah kapan, tapi selau ada luka. 

Tuhan, tak pernah terpikirkan semua akan menjadi seperti ini. Karena setelah semua itu berakhir, luka demi luka itu terus kuobati, sendirian.

Hingga suatu waktu aku dalam keadaan membaik, semua berjalan normal dengan rutinitasku. Tapi tiba-tiba dia hadir lagi. Aku tak sanggup mengelak, tak 'kan pernah sanggup. Walau suatu saat aku pun akan kembali kehilangan.

Dan jika inilah saatnya, beri aku kekuatan Tuhan. Untuk menyeka sendiri air mataku. Beri aku keikhlasan, untuk menghantarkannya menuju bahagianya. Beri aku ketegaran, untuk menyampaikan pesan terakhirku untuknya. Beri aku ketulusaan, untuk menyampaikan doa tentangnya di hadapan-Mu, walau untuk yang terakhir. :')

Enggan


Tersenyum dalam cinta, tertawa dalam bahagia. Walau sebentar, walau terkadang ingin segera mengakhirinya, tapi rasa enggan itu masih singgah. Tahu, suatu saat akan berlalu, meninggalkan satu luka, lagi. Harusnya semua berakhir sudah. Tapi enggan, tinggalkan hati yang luka, walau suatu saat pun akan terluka, ketika semua ini pergi, tanpa permisi, atau pun dengan sepatah kata, untuk yang lain.

Cie.. Cie.. ;) -- Sumber: Google




Tips Cinta Ini, Ku Dedikasikan Buat Saudari Seagamaku..


wanita
Saudariku..
Sesungguhnya kejadianmu terlalu unik, tercipta dari tulang rusuk Adam yang bengkok menghiasai taman-taman indah, lantas menjadi perhatian sang kumbang. Kau umpama sekuntum bunga harum, aromamu boleh menarik perhatian sang kumbang untuk mendekatimu.

Namun..
Tidak semua bunga senang untuk didekati oleh sang kumbang, lantaran duri yang memagari dirinya umpama mawar. Dari kejauhan sudah tercium akan keharumannya. Serta kilauan warnanya yang memancar indah.
Mengundang kekaguman terhadap sang kumbang. Tapi awas, duri yang melingkari itu boleh juga membuatkan sang kumbang berfikir beberapa kali untuk mendekatinya.

Saudariku..
Aku suka sekiranya kau seperti mawar. Yang tercermin pada setiap diri mujahidah. Bentengilah dirimu dengan perasaan malu. Yang bertiangkan rasa keimanan. Dan keindahan taqwa kepada Allah.
Hiasilah wajah mu dengan titisan wudhu. Ingatlah bahawa ciri-ciri seorang wanita solehah ialah ia tidak melihat kepada lelaki dan lelaki tidak melihat kepadanya.
Sesuatu yang tertutup itu lebih berharga jika dibandingkan dengan sesuatu yang tampak. Umpama sebutir permata yang dipamerkan buat perhatian umum dengan permata yang diletakkan dalam satu tempat yang tertutup.
Sudah pastinya keinginan untuk melihat permata yang tersembunyi itu melebihi daripada yang terlihat. Wanita solehah yang taat dan patuh pada Al Khaliq dalam melayari liku-liku kehidupannya adalah harapan setiap insan yang bernama Adam..
wanita bertudung
Namun..
Ianya memerlukan pengorbanan dan mujahadah yang tinggi. Kerana ianya bercangkang nafsu serakah serta material yang bersarang dalam dirinya. Lebih-lebih lagi atribut gadis moden yang ianya miliki, sudah pastinya darah mudanya memudarkan rasa keimanan yang ada. Maka berhati-hatilah saudariku..

Namun ingatlah saudariku..
Sesiapa yang inginkan kebaikan, maka Allah akan memudahkan baginya jalan-jalan kearah itu. Yang penting saudariku, engkau mesti punyai azam, usaha dan keistiqomahan. Pasti engkau boleh. Yakinkanlah dirimu.

Saudariku..
Akuilah hakikat dirimu menjadi fitnah kepada kebanyakan lelaki. Seandainya pakaian memalukanmu, kau tanggalkanlah dari tubuhmu, maka sudah tidak ada lagi perisai yang dapat membentingimu…
Sesungguhnya nabi mengatakan tentang bahaya dirimu: “Tidak ada suatu fitnah yang lebih besar yang lebih bermaharajalela selepas wafatku terhadap kaum lelaki selain fitnah yang bersumber daripada wanita”.

Oleh itu saudariku..
Setiap langkah dan tindakanmu, hendaklah bermanhajkan kepada Al-Quran dan As-Sunnah. Jangan biarkan orang lain mengeksploitasikan dirimu untuk kepentingan tertentu. Sesungguhnya Allah telah mengangkat martabatmu sebaris dengan kaum Adam.
Kau harapan ummah dalam melahirkan para mujahid dan mujahidah. Yang mampu menggoncangkan dunia dengan sentuhan lembut tanganmu.

Saudariku…
Dalam hidupmu pastinya ingin disayangi dan menyayangi. Itulah fitrah setiap insani. Namun banyak diantara kamu yang terbutakan kerana cinta. Bercinta itu tidak salah. Tapi memuja cinta itu yang salah. Kerana cinta buta manusia sanggup menjual agama.
Dan kerana cinta buta, tergadai harga dirimu. Gejala murtad serta keruntuhan moral muda-mudi sebahagian
besarnya kerana sebuah cinta. Iya, itulah cinta buta. Itulah cinta akan nafsu. Itulah lilitan kecintaan terhadap dunia. Saudariku, maka sedarilah..
Benarlah sabda Rasulullah SAW: “Sesungguhnya cinta itu buta”. Cinta itu mampu membutakan mata dan hatimu dalam membezakan perkara yang hak dan yang batil. Apabila kau meletakkan cinta itu atas dasar nafsu dan tidak kerana
Allah SWT.
Sebelum kau mendekati cinta, cintailah dirimu terlebih dahulu, mengkaji hakikat kejadianmu yang begitu simbolik, yang berasal daripada setitis air yang tak berharga, lalu mengalami proses pembentukan yang direncanakan oleh Allah..
Semoga disana mampu melahirkan rasa keagungan dan kehebatan terhadap-Nya dan timbul rasa cinta dan kasih pada Penciptamu, Allah. Jadi saudari seagamaku, adakah kamu setuju dengan tips cinta dalam islam ini?

Cinta Dalam Islam


Firman Allah :
“ Katakanlah : ‘Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya, Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian.’ Allah maha pengampun lagi maha penyayang.” ( Q.s. Ali ‘Imran 3:31)
     Cinta adalah perasaan jiwa, getaran hati, pancaran naluri. Dan terpautnya hati orang yang mencintai terhadap orang yang dicintainya, dengan semangat yang menggelora dan wajah yang selalu ceria. Cinta dalam pengertian seperti ini adalah merupakkan perasaan mendasar dalam diri manusia yang tidak dapat terlepas. Dalam banyak hal, cinta untuk mengontrol keinginan kearah yang lebih baik dan positif. Hal ini dapat terjadi jika seseorang yang mencintai menjadikan cintanya sebagai sarana untuk meraih hasil yang baik dan mulia guna meraih kehidupan, sebagaimana kehidupan orang-orang pilihan dan suci dan orang –orang yang bertaqwa yang selalu berbuat baik.

Dalam agama Islam diajarkan bahwa perasaan cinta ditujukan semata mata kepada sang pencipta, sehingga cinta kepada-Nya jauh melebihi cinta pada sesama makhluknya.Justru, cinta pada makhluknya dicurahkan semata-mata karena mencintai-Nya.

firman Allah SWT dalam QS Al Baqarah 165,
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.”

Allah menyampaikan mengenai perbedaan dan garis pemisah antara orang-orang yang beriman dengan yang tidak beriman melalu indikator perasaan cintanya. Orang yang beriman akan memberikan porsi, intensitas, dan kedalaman cintanya yang jauh lebih besar pada Allah. Sedangkan orang yang tidak beriman akan memberikannya justru kepada selain Allah, yaitu pada makhluk, harta, atau kekuasaan.

Cinta dalam islam terbagi dalam tingkatan-tingkatan, Adapun dasar tentang tingkatan cinta dalam Islam, adalah firman Allah
“Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, pasangan-pasangan, dan kaum keluarga kalian, harta kekayaan yang kalian usahakan, perniagaan yg kalian khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kalian sukai, lebih kalian cintai daripada Allah, Rasul-Nya dan (daripada) jihad di jalanNYa, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan siksaNya. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik” (QS. 9 (At Taubah): 24).

Cinta pada tingkat tertinggi adalah cinta kepada Allah, Rasulnya dan jihad didalamnya. Cinta pada tingkatan menengah adalah cinta terhadap orang tua,anak, keluarga, pasangan dan saudara. Adapun cinta pada tingkatan terendah adalah cinta yang lebih mengutamakan terhadap harta, keluarga melainkan cintanya terhadap Allah, rasul-Nya dan jihad didalamnya.

Fenomena yang timbul dari tingkatan-tingkatan cinta yang ada akan menimbulkan efek yang berbeda. Pertama, pada fenomena tingkatan cinta yang tertinggi, maka akan membuat seseorag dalam hidupnya untuk selalu mendahulukan cinta kepada Allah , Rasul-Nya dan jihad dijalan-Nya. Dalam kehidupannya sehari-sehari tidak ada orientasi selain kepada Allah. Dia akan selalu merasa yakin bahwa segala sesuatu yg telah Allah tetapkan adalah yg terbaik bagi manusia. Bahwa Allah lebih mengetahui daripada makhluk-Nya. Kemudian, bagi seseorang yang sudah merasakan nikmatnya iman, maka dia akan selalu meneladani kepribadian Rasulluh, mencintai Rasululluh, kemudian dia juga akan mencintai jihad dijalanNya. Akan berjuang dengan segala apa yg dia miliki.

Kedua, Adapun dampak yang disebabkan oleh cinta tingkat menengah dalam membentuk karakter individu, keluarga, dan masyarakat telah amat nyata. Jika tidak Allah ciptakan cinta pada suami –istri maka tidak akan tercipta keluarga, tidak akan lahir anak-cucu, tidak akan terjadi proses mengasuh, mendidik dan memelihara anak.Jika tidak Allah ciptakan cinta pada anak, niscaya dalam jiwanya tidak akan ada semnagat kekeluargaan, tidak akan kokoh ikatan kekeluragannnya, tidak akan mengasihi saudaranya. Jika tidak Allah tanamkan rasa cinta pada manusia maka, tidak akan tercipta hubungan social antara bangsa yang dibangun atas prinsip ta’aruf (saling mengenal).Dengan demikian cinta tingkat menengah ini amat penting untuk menciptakan kemashalatan pribadi dan keluarga khususnya dan untuk merealisasikan kemaslahatan antar bangsa dan seluruh ummat manusia pada umumnya.

Ketiga, Fenomena Cinta tingkat rendah. Cinta jenis ini ada beberapa macam:
  • Mencintai thougut dan sesembahan selain Allah, seperti menyembah manusia, batu dsb.
  • Menjalin tali kasih kepada musuh-musuh Allah.
  • Mengumbar syahwat dan berkubang dalam Lumpur kekejian dan kehinaan.
  • Mencintai ayah, ibu, anak, istri, suami, keluarga, karir, tanah air melebihi cintanya kepada Allah, Rasul-Nya dan Jihad dijalan-Nya.

Bagaimana islam menggambarkan dan mengajarkan kepada manusia tentang cinta sudahlah sangat jelas dapat difahami, namun terkadang manusia banyak yang terjerumus oleh cintanya, karena apa yang di pahaminya tentang cinta itu tidak sesuai dengan apa yang di ajarkan dalam islam. 






Sumber: http://blognyafiqmal.blogspot.com/2012/06/cinta-dalam-islam_6931.html

Pengen... hahahahaha

Sumber: Google

Gambar Kartun Cewek Sholihah Berjilbab -- Sumber: Google



Gambar Kartun Cewek Muslimah Sholihah Berjilbab
Keputrian Gambar Kartun Cewek Sholihah Berjilbab Alasan Memakai Jilbab
Sweet Gambar Kartun Cewek Sholihah Berjilbab
Jalan Juang Ikhwan Sejati Dan Akhwat Sejati Kartun Cewek Sholihah Berjilbab
Gambar Cartoon Muslim Kartun Cewek Sholihah Berjilbab
Gambar Gadis Kecil Cantik Kartun Cewek Sholihah Berjilbab
Gambar Kartun Wanita Sholihah Muslim Berjilbab
Gambar Kartun Wanita Muslimah
Gambar Kartun Cewek Sholihah Berjilbab Wanita Muslimah

CANTIKNYA.... :) (Kartun muslimah cantik dengan berjilbab) -- Sumber: Google








Kartun muslimah cantik dengan berjilbab
Kartun muslimah cantik dengan berjilbab
Kartun muslimah cantik dengan berjilbab
Kartun muslimah cantik dengan berjilbab
Kartun muslimah cantik dengan berjilbab
Kartun muslimah cantik dengan berjilbab
Kartun muslimah cantik dengan berjilbab
Kartun muslimah cantik dengan berjilbab
Kartun muslimah cantik dengan berjilbab
Kartun muslimah cantik dengan berjilbab
Kartun muslimah cantik dengan berjilbab
Kartun muslimah cantik dengan berjilbab
Kartun muslimah cantik dengan berjilbab
Kartun muslimah cantik dengan berjilbab
Kartun muslimah cantik dengan berjilbab
Kartun muslimah cantik dengan berjilbab
Kartun muslimah cantik dengan berjilbab





Kartun muslimah cantik dengan berjilbab

Wednesday, August 29, 2012

MENITI

Saat senja hadir dalam pangkuan
Kuning keemasan menusuk jiwa
Menghadirkan luka yang kian meraja
Hingga kegelapan menyatukan air mata

Satu persatu kembang layu
Seperti halnya mata yang kian redup
Di sudut kulihat titik bening berlalu
Bersama isakan sedu

Kuingat
Cerita hidup yang terlewat
Pahit manis yang pernah kurasa
Bersama asa yg sempat bersemayam

Sejenak 'ku berhenti
Dari segala nostalgi
Tapi kubiarkan air mata ini mengalir
Bukankah ini keindahan hati

Setelah semua kubawa dalam tenang
Tak ayal kuusap pula air mata
Karena jalan di depan masih terbentang panjang
Menanti kulewati bersama cita
Meniti dan terus meniti
Keras lembut hidup ini


KP, EN-210711

Ujung Senja

Di ujung senja yang kupunya
Kulihat layang-layang tampak bagai noda
Titik-titik hitam menggelantung di kolong langit

Di bawah semburat merah kekuningan
Kuhembuskan napas sejenak
Angin menggoyahkan pucuk hijau yang berjajar
Seakan mereka membuatku tenggelam
Dalam guratan-guratan sayu di wajahnya

Mesin-mesin air masih menggema
Seiring seruan adzan yang mengeras
Hanya ada satu tujuan
Bergegas melangkah tentukan arah
Setelah nanti air membersihkan jiwa
Akan kurajut semua harap
Seakan dunia ingin kupunya
Sesuka hati semau jiwa

Tapi aku manusia
Bukan Tuhan pemilik segala
Yang kupunya hanya raga
Sebatas pemberian-Nya
Dan...
Kupasrahkan segalanya....


KP, EN-01102011

Mati Dalam Rindu

Seperti remang-remang titik merah itu
Menyembul di balik dedaunan yang menghitam
Menyinari benda-benda tak bernyawa
Sedang yang mampu bernapas sudah hanyut dalam lelap

Napas-napas alam berembus
Menikam hati beradu dingin yang merasuk
Jua ketika masih dalam sadarku
Mati bergeming dalam beku

Menggelora...
Tapi dingin mendekap erat
Memaksaku merasa dan terus merasa
Rindu dalam hampa

Seakan semua tercipta begitu manis
Tapi terasa pahit di ujung perih
Seakan ada satu janji
Setia terikat sepi
Merajut hati
Sendiri....



KP, EN-031011

Biar

Di ujung batas yang tercipta
Atau memang sengaja kubuat
Tak kutemukan batas sempurna

Selalu ada sedikit celah
Membuatku mencuri apa yang kupunya

Ini tak berulang
Tapi, sadarku ini tak pernah ada
Yang sama atau yang beda

Tapi, apalah makna sanggah yang nyata
Terhanyut sudah
Atau sengaja mengikuti arus deras,

Air mata atau muara delta
Semua tak tampak
Biar...
Biar mengalir dan bermuara
Meski ada satu hal yg tak terhindar
Lelah....



KP, EN-061011

Kenangan

Sempat kita lalui masa-masa itu
Merajut benang-benang cinta bersama beribu kisah yang berliku
Tertawa bersama dalam tangis syahdu
Ataupun mengurai airmata tanpa senyum

Semua telah menjadi masa lalu
Hingga kita memilih 'tuk berlalu
Meninggalkn kisah itu
 Untaian rindu yang dulu menjadi bumbu

Huft...
Kuhela napas panjangku
Aku mengerti tak ada lagi bait-bait cinta itu
Begitu pun rasa yang ada padamu
Sudah mati tertikam cerita barumu

Jua dengan rasaku
Telah padam dalam beku

Mungkin bisa kupinta lagi kisah itu
Mengulang tali kasih indah yang lampau
Memasang lagi kelopak-kelopak bunga yg sempat gugur,

Tapi apalah artinya bagimu pun bagiku
Mungkin memang lebih baik membiarkan kenangan itu
Bersemayam indah di masa lalu....



KP, EN-231111

Tuesday, August 28, 2012

Cerita Teman (Tentang Seorang Pengemis Kecil)

Aku mendapat cerita ini dari seorang teman kerjaku. Cerita tentang seorang pengemis yang mungkin membuat temanku sedikit kesal sambil terbengong-bengong.

Suatu siang, temanku sedang dalam perjalanan. Saat ia berhenti di lampu merah, tiba-tiba ada seorang pengemis datang menghampirinya. Pengemis itu bisa dibilang masih anak kecil, tapi gak kecil-kecil amat juga. Hehehe... :D
Ya, ceritanya, temenku baru jadi orang yang berjiwa sosial (niatnya gitu). Dia kasih tu selembar uang dua ribuan kepada si pengemis. Si pengemis pun entah dengan perasaan bagaimana dia menerimanya, lantas dia pun berlalu dari hadapan temanku.
Lampu masih merah, temanku masih terdiam di atas motornya. Tiba-tiba matanya tertuju pada pengemis tadi. Temanku melihat pengemis tadi tengah membeli ice cream. Dan yang lebih mencengangkan lagi adalah ketika si pengemis mengeluarkan uang lima ribuan dari sakunya..
Ikhlas gak ikhlas tuh jadinya temenku, gak nyangka pengemis jaman sekarang ternyata gaul..heheheh

Dari cerita ini, kita dapat mengambil satu rumusan masalah. Sebenarnya, mereka para pengemis itu memang karena miskin, tidak ada pekerjaan dan tempat tinggal, atau hanya karena malas bekerja keras? Kasian juga kadang melihat kondisi mereka di jalanan, di emperan toko, tapi kalau lihat seperti yang diceritakan temenku mungkin juga agak kesal..hee.

So, apakah kita harus menyeleksi dulu sebelum memberi, sedang kita tak tahu yang sebenarnya...

Kepergianmu -- Vierra

Ku iringi langkahmu sampai ke akhir jalan
Sungguh berat terasa menyadari semua
Di saat terakhirku menatap wajah itu
Terpejam kedua mata dan terbang selamanya

Inginku mengejar dirimu
Menggenggam erat tanganmu
Sungguh ku tak rela
Ku tahu kau tak tersenyum melihatku menangis
Maka sekuat tenagaku ku relakan saat kepergianmu

Takkan pernah ku lupakan dirimu
Takkan sanggup ku lupakan semua

Cintaku Hilang -- Geisha

Seandainya bisa terulang kembali
Saat pertama bertemu antara kau dan aku
Kau sentuh jemari tanganku
Terbuai indahnya kata cinta terucap olehmu

Manis..
Manis yang ku rasa
Ku tak rela cintaku berakhir
Ku minta kau katakan cinta
Saat ku terjaga
Adakah kau rasa
Tak seperti diriku kini
Cintaku t’lah hilang

Sayangnya kini aku tak mengerti
Begitu berat rasa ingin memelukmu
Tapi ku hanya bisa mengingatmu
Karena kau tak pernah tau tentang rasa ini

Hilang..
Hilang yang ku rasa
Cintaku kini telah berakhir
Dirimu yang selalu temani hayalku
Tatap mataku
Rasakan tangisku
Agar kau tahu
Karna ku biasa denganmu dahulu
Di setiap waktu

Doaku

Tuhan...
Hari ini aku mencoba tersenyum. Melepas sejenak perasaan-perasaan yang mengurung pikiranku.
Aku ingin lepas. Lepas dari rasa yang membelengguku. Tapi sampai saat ini aku belum bisa. Untuk sepenuhnya berdiri tegak, bahkan melangkah ke depan.
Tuhan...
Ternyata menciptakan keikhlasan itu sangat berat, tapi aku harus bisa. Aku pernah melalui masa-masa ini. Dan kali ini pun aku harus bisa melewatinya dengan baik.
Aku yakin Kau ada untukku Tuhan. Begitu banyak doa yang dulu ku lantunkan untuknya dan untukku. Dan mungkin hampir sama dengan doanya saat ini. Tapi, sekarang aku harus belajar menjadi wanita yang punya hati tulus. Memaafkan tanpa kebencian, mengalah tanpa ingin menang, dan tersenyum dalam kenyataan pahit sekalipun.
Tuhan...
Mungkin hanya ada waktu sebentar dalam doaku. Berilah yang terbaik untukku, untuknya, dan untuk wanita itu :') Aamiin :)

Monday, August 27, 2012

Terkadang


Terkadang ada saatnya kita harus memilih pilihan yang sebenarnya sangat berat untuk kita jalani.
Terkadang kita harus berbesar hati membiarkan orang yang berarti untuk kita memilih jalannya.
Walau terasa sakit.
Cobalah kembali berdiri tegak, mulai melangkah walau tertatih, mencoba berlari walau kaki ini masih terasa berat.
Belajar menjadi wanita yang tegar.
Wanita sederhana yang jauh dari sempurna tapi memiliki hati yang tulus.
Belajar ikhlas menerima kehendak-Nya.
Yakin...
Tuhan sayang kita.
Dia memang terkadang tidak memberi apa yang kita inginkan.
Tapi, Dia pasti memberi apa yang kita butuhkan.

:') :)

Sunday, August 26, 2012

Jika

Jika dia tak bisa datang, untukku, meminjamkan bahunya dan menyeka air mataku, semoga suatu saat, dia datang untukku, hingga aku bisa menjadi sandaran untuknya, menghapus luka di hatinya....

Tuesday, August 21, 2012

Simpang Empat II



Hari ini dia masih duduk, menatap arus mudik yang sebenarnya sangat menyebalkan untukku.
Tapi hari ini dia berada di teras toko itu.
Ya..., setidaknya ada sedikit atap yang bisa melindunginya dari terik siang ini.
Beruntunglah dia, lebaran ini mungkin menjadi berkah untuknya. Bukan THR ataupun sejumlah uang yang dia dapat, setidaknya ada beberapa genting emper toko yang dapat memayunginya mengingat toko tengah tutup.
Hmm..., tak bisa berbuat apa-apa....

Thursday, August 16, 2012

Jika Nanti

Jika suatu saat nanti benar aku adalah ma'mummu, temani aku dengan imanmu saat terik menjadi kawan, tuntun aku dengan mata hatimu saat gelap menjadi gulita.
Jika nanti janjimu pada Allah telah terucap, ulurkan tanganmu, bukan untuk membangunkanku, tapi membiarkanku menciumnya, tangan yang akan merangkulku, menguatkan setiap luka yang akan kita temui.
Jika suatu saat nanti siang itu adalah milik kita, jangan menjadi matahari untukku, tapi ajak aku untuk bersyukur, karena Allah telah menciptakan matahari untuk menerangi kehidupan kita.
Jika suatu malam nanti adalah milik kita, ajak aku melihat bintang-bintang itu, dan katakan, cahaya bintang itu akan tetap gemerlap menemani kita, melewati malam-malam kita yang mungkin akan sangat berat, untuk bangun di sepertiga malam-Nya, untuk bersujud bersama.
Jika nanti aku dalam keadaan salah, jangan tegur aku dengan kata seharusnya, bimbing aku dengan mengatakan sebaiknya, supaya aku pun bisa lebih mengerti, tentang arti saling mengingatkan.
Jika nanti kau berada dalam khilaf, jangan kauletakkan kepalamu dalam pangkuanku, seperti saat kau tengah meminta maaf pada ibumu, tapi biarkan aku merangkulmu, mendengarkan beban pikiranmu, hingga kita mampu temukan, arti kehidupan yang selalu berdampingan dengan salah dan khilaf.
Jika suatu hari nanti memang benar kaulah imamku, temani aku menggelar sajadah itu, dan mengawali kehidupan ini, dalam keridhoan-Nya.... :) :)

Monday, August 13, 2012

Jangan Pernah Lelah Menunggu -- Geisha

Jangan lelah menunggu cintaku di sana
Di sini ku juga menunggu
Tiada alasan cinta
Jauh kau di sana
Di sini ku juga berhararap

Mungkin saatnya cinta diuji
Tak lagi di sini
Kini berbeda
Tunggu saatnya
Ku akan kembali

Jangan pernah kau lelah
Menungguku di sana
Ku takkan menyerah
S’lamanya..

Jangan lelah menjaga cintaku di sana
Di sini ku juga menjaga
Tiada pengganti cinta
Untukmu di sini
Ku harap kau juga begitu

Jangan pernah kau lelah
Menungguku di sana
Ku takkan menyerah
Menungggumu di sini

Izinkan Aku Mendua -- Geisha

Kini ku larut dilema
Jebakan asmara
Dimana kini ku rasa
Adanya antara kalian berdua
Semua ku rasa
Cintamu cintanya

Daripada ku berdusta
Lebih baik ku bertanya
Bolehkah aku mendua
Jujurku berkata
Kalian berdua
Semua ku rasa
Hatimu Hatinya
Semua berharga untuk cinta

Izinkan aku mendekatinya sayang
Meski ku tau ini gila untukmu
Izinkan aku mencintainya sayang
Karena dia juga merebut hatiku
Menikah saja wajar kedua kali
Mengapa tidak pacaran

Sunday, August 12, 2012

Kembali Tentangnya, Yang Menjadi Sahabatku

Astaghfirullah...
Pikiran-pikiran buruk itu selalu ada, rasa cemburu yang tak luput dari derai airmata.
 Dia, sahabatku, tempatku berbagi cerita. Mungkin baik buruknya tentang aku pun dia tahu. Aku yakin dia pun saat ini aku tengah dekat dengan siapa, tengah merasakan rasa bahagia dengan siapa. 

Tapi kenapa namanya selalu hadir, bukan saja sebagai seorang sahabat yang turut merasa bahagia, tapi hampir menjadi orang ketiga.
Suatu petang aku mengurai kedekatanku dengan seseorang, bercerita banyak tentang status hubungan kami saat ini. Tapi, tak jauh dari waktu itu kudengar dari orang lain dia pun serasa ingin menjalin hubungan yang lebih dengan kekasihku.
Hingga saat ini, usai 'ku bercerita tentang rasa yang masih kusimpan pun, kudengar dia sedang dekat dengan seseorang yang sangat berarti untukku. Yang kusesalkan kenapa aku harus mendengar ini dari orang lain, bahkan dia sendiri berusaha menyembunyikannya dariku.
Apa ini artinya, sedang kutahu dia adalah sahabatku..
Kapan namanya bisa bersanding denganku dan kekasihku sebagai pendengar dan pemirsa yang baik, bukan sebagai penyebab rasa cemburuku.

Saturday, August 11, 2012

Aku Ingin

Aku ingin berlari bersamu, mengejar mimpi menyatukan hati. Entah hati mana yang akan mengejar, aku ingin kita tetap bersama, mengarungi rasa bahagia..

Friday, August 10, 2012

Bersamanya

Subhanallah...
Cintailah dia, meski dalam tangisku. Kutahu pernah kau lantunkan syair syahdu bersamanya saat aku di sisimu.
Saat ini, milikilah dia sepenuhnya, seperti dia pun dapat memilikimu sesuka hatinya.
Jangan kau bagi hatimu dengan yang lain, biarlah cerita pilu itu hanya tentang kita. Biarlah hanya aku yang mengenang, jika itu bisa membuatmu melupakan segala luka.
Tertawalah bersamanya, saat hatiku tak mampu meredam tangisku.
Bersandarlah di bahunya, saat aku membutuhkanmu.
Astaghfirullah....

Sunday, August 5, 2012

Cinta Perempuanmu?


Cinta itu butuh kesabaran. Sampai di manakah kita harus bersabar menanti cinta kita?



Hari itu, aku dengannya berkomitmen untuk menjaga cinta kita. Aku menjadi perempuan yang paling bahagia. Pernikahan kami sederhana namun meriah. Ia menjadi pria yang sangat romantis pada waktu itu. Aku bersyukur menikah dengan seorang pria yang shaleh, pintar, tampan, dan mapan pula. Ketika kami berpacaran dia sudah sukses dalam karirnya. Kami akan berbulan madu di tanah suci, itu janjinya ketika kami berpacaran dulu.



Dan setelah menikah, aku mengajaknya untuk umroh ke tanah suci. Aku sangat bahagia dengannya, dan dia juga sangat memanjakan aku. Terlihat dari rasa cinta dan rasa sayangnya padaku. Banyak orang yang bilang kami adalah pasangan yang serasi. Sangat terlihat sekali bagaimana suamiku memanjakanku. Dan aku bahagia menikah dengannya.




***




Lima tahun berlalu sudah kami menjadi suami istri. Tak terasa waktu begitu cepat berjalan. Walaupun kami hanya hidup berdua saja. Karena sampai saat ini aku belum bisa memberikannya seorang malaikat kecil di tengah keharmonisan rumah tangga kami.



Karena dia anak lelaki satu-satunya dalam keluarganya, jadi aku harus berusaha untuk mendapatkan penerus generasi baginya. Alhamdulillah saat itu suamiku mendukungku. Ia mengaggap Allah belum mempercayai kami untuk menjaga titipan-Nya.



Tapi keluarganya mulai resah. Dari awal kami menikah, ibu dan adiknya tidak menyukaiku. Aku sering mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari mereka, namun aku selalu berusaha menutupi hal itu dari suamiku. Di depan suamiku mereka berlaku sangat baik padaku, tapi di belakang suamiku, aku dihina-hina oleh mereka.



Pernah suatu ketika satu tahun usia pernikahan kami, suamiku mengalami kecelakaan, mobilnya hancur. Alhamdulillah suamiku selamat dari maut yang hampir membuatku menjadi seorang janda itu.



Ia dirawat di rumah sakit pada saat dia belum sadarkan diri setelah kecelakaan. Aku selalu menemaninya siang dan malam sambil kubacakan ayat-ayat suci Al–Qur’an. Aku sibuk bolak-balik dari rumah sakit dan tempat aku melakukan aktivitas sosia. Aku sibuk mengurus suamiku yang sakit karena kecelakaan.



Namun ketika aku kembali ke rumah sakit setelah dari rumah kami, aku melihat di dalam kamarnya ada ibu, adik-adiknya, dan teman-teman suamiku. Dan di saat itu juga aku melihat ada seorang wanita yang sangat akrab mengobrol dengan ibu mertuaku. Mereka tertawa menghibur suamiku.



Alhamdulillah suamiku ternyata sudah sadar, aku menangis ketika melihat suamiku sudah sadar, tapi aku tak boleh sedih di hadapannya.



Kubuka pintu yang tertutup rapat itu sambil mengatakan, "Assalammualaikum….”



Mereka menjawab salamku. Aku berdiam sejenak di depan pintu dan mereka semua melihatku. Suamiku menatapku penuh manja, mungkin ia kangen padaku karena sudah lima hari matanya selalu tertutup.



Tangannya melambai, mengisyaratkan aku untuk memegang tangannya erat. Setelah aku menghampirinya, kucium tangannya sambil berkata, "Assalammu'alaikum….”



Ia pun menjawab salamku dengan suaranya yang lirih namun penuh dengan cinta. Aku pun senyum melihat wajahnya.



Lalu, ibunya berbicara denganku. "Fis, kenalkan ini Desi, teman Fikri.”



Aku teringat cerita dari suamiku bahwa teman baiknya pernah mencintainya, perempuan itu bernama Desi dan dia sangat akrab dengan keluarga suamiku. Hingga akhirnya aku bertemu dengan orangnya juga. Aku pun langsung berjabat tangan dengannya, aku tak banyak bicara di ruangan tersebut, aku tak mengerti apa yang mereka bicarakan.



Aku sibuk membersihkan dan mengobati luka-luka di kepala suamiku, baru sebentar aku membersihkan mukanya, tiba-tiba Dian---adik iparku---mengajakku keluar, ia minta ditemani ke kantin. Dan suamiku pun mengijinkannya.



Tapi, ketika di luar adik iparku berkata, "Lebih baik kau pulang saja, ada kami yang menjaga abang di sini. Kau istirahat saja."



Anehnya, aku tak diperbolehkan berpamitan dengan suamiku dengan alasan abang harus banyak beristirahat dan karena psikologisnya masih labil. Aku berdebat dengannya mempertanyakan mengapa aku tidak diizinkan berpamitan dengan suamiku. Tapi, tiba-tiba ibu mertuaku datang menghampiriku dan ia juga mengatakan hal yang sama. Nantinya, dia akan memberi alasan pada suamiku mengapa aku pulang tak berpamitan padanya, toh suamiku selalu menurut apa kata ibunya, baik ibunya salah ataupun tidak, suamiku tetap saja membenarkannya. Akhirnya aku pun pergi meninggalkan rumah sakit itu dengan linangan air mata.



Sejak saat itu aku tidak pernah diijinkan menjenguk suamiku sampai ia kembali dari rumah sakit. Dan aku hanya bisa menangis dalam kesendirianku. Menangis mengapa mereka sangat membenciku.




***




Hari itu aku menangis tanpa sebab, yang ada di benakku aku takut kehilangannya. Aku takut cintanya dibagi dengan yang lain.



Pagi itu, pada saat aku membersihkan pekarangan rumah kami, suamiku memanggilku ke taman belakang. Ia baru aja selesai sarapan. Ia mengajakku duduk di ayunan favorit kami sambil melihat ikan-ikan yang bertaburan di kolam air mancur itu.



Aku bertanya, "Ada apa kamu memanggilku?"



"Besok aku akan menjenguk keluargaku di Sabang."



"Iya, Sayang…, aku tahu, aku sudah mengemasi barang-barang kamu di travel bag dan kamu sudah memegang tiket, bukan?"



"Ya, tapi aku akan lama di sana, sekitar tiga minggu. Aku juga sudah lama tidak bertemu dengan keluarga besarku sejak kita menikah. Aku akan pulang dengan Mama,”  jawabnya tegas.



"Mengapa baru sekarang bicara? Aku pikir hanya seminggu saja kamu di sana,” tanyaku balik kepadanya penuh dengan rasa penasaran dan sedikit rasa kecewa karena ia baru memberitahukan rencana kepulangannya itu. Padahal aku telah bersusah payah mencarikan tiket pesawat untuknya.



"Mama minta aku yang menemaninya saat pulang nanti,” jawabnya tegas.



"Sekarang aku ingin seharian dengan kamu karena nanti kita tiga minggu tidak bertemu. Ya, kan?" Ia melanjutkan lagi sambil memelukku dan mencium keningku. Hatiku sedih dengan keputusannya, tapi tak boleh aku tunjukkan padanya.



Bahagianya aku dimanja dengan suami yang penuh dengan rasa sayang dan cinta. Walau terkadang ia bersikap kurang adil terhadapku. Aku hanya bisa tersenyum saja, padahal aku ingin bersama suamiku. Tapi karena keluarganya tidak menyukaiku. Hanya karena mereka cemburu padaku karena suamiku sangat sayang padaku.



Kemudian aku memutuskan agar ia saja yang pergi dan kami juga harus berhemat dalam pengeluaran anggaran rumah tangga kami.



Karena ini acara sakral bagi keluarganya, jadi seluruh keluarganya harus komplit. Walaupun begitu, aku pun tetap tak akan dipedulikan oleh keluarganya---datang ataupun tidak. Tidak hadir justru membuat mereka sangat senang. Dan aku pun tak mau membuat riuh keluarga ini.



Malam sebelum kepergiannya, aku menangis sambil membereskan keperluan yang akan dibawanya ke Sabang. Ia menatapku dan menghapus air mata yang jatuh di pipiku. Lalu aku peluk erat dirinya. Hati ini bergumam tak merelakan dia pergi seakan terjadi sesuatu, tapi aku tidak tahu apa yang akan terjadi. Aku hanya bisa menangis karena akan ditinggal pergi olehnya.



Aku tidak pernah ditinggal pergi selama ini. Karena kami selalu bersama-sama kemana pun ia pergi. Apa mungkin aku sedih karena aku sendirian dan tidak memiliki teman.



Sampai keesokan harinya aku terus menangis. Menangisi kepergiannya. Aku tak tahu mengapa sesedih ini. Perasaanku tak enak, tapi aku tak boleh berburuk sangka. Aku harus percaya pada suamiku. Dia pasti akan selalu menelponku.




***




Berjauhan dengan suamiku, aku merasa sangat tidak nyaman. Aku merasa sendiri. Untunglah aku mempunyai kesibukan sebagai seorang aktivis, jadinya aku tak terlalu kesepian ditinggal pergi ke Sabang.



Saat kami berhubungan jarak jauh, komunikasi kami memburuk dan aku pun jatuh sakit. Rahimku terasa sakit sekali seperti dililit oleh tali. Tak tahan aku menahan rasa sakit di rahimku, sampai-sampai aku mengalami pendarahan. Aku dilarikan ke rumah sakit oleh adikku yang kebetulan menemanik. Dokter memvonis aku terkena kanker mulut rahim stadium tiga.



Aku menangis. Apa yang bisa aku banggakan lagi?



Mertuaku akan semakin menghinaku. Suamiku yang malang, yang selalu berharap akan punya keturunan dari rahimku, namun aku tak bisa memberikannya keturunan. Dan kemudian aku hanya bisa memeluk adikku.



Aku kangen suamiku. Aku selalu menunggunya pulang dan bertanya-tanya, "Kapankah ia segera pulang?"



Sementara suamiku di sana, aku tidak tahu mengapa ia selalu marah-marah jika menelponku. Bagaimana aku akan menceritakan kondisiku jika ia selalu marah-marah terhadapku. Lebih baik aku tutupi dulu tetang hal ini dan aku juga tak mau membuatnya khawatir selama ia berada di Sabang. Lebih baik nanti saja ketika ia sudah pulang dari Sabang, aku akan cerita padanya.



Setiap hari aku menanti suamiku pulang, hari demi hari aku hitung. Sudah tiga minggu suamiku di Sabang. Malam itu ketika aku sedang melihat foto-foto kami, ponselku berbunyi menandakan ada pesan masuk.



Kubuka ponselku, ternyata dari suamiku. Ia menulis, "Aku sudah beli tiket untuk pulang. Aku pulangnya satu hari lagi. Nanti kukabari lagi.”



Hanya itu saja yang diinfokannya. Aku ingin marah, tapi aku pendam saja ego yang tidak baik ini. Hari yang kutunggu pun tiba, aku menantinya di rumah.



Sebagai seorang istri, aku pun berdandan yang cantik dan memakai parfum kesukaannya untuk menyambut suamiku pulang. Nanti aku juga akan menyelesaikan masalah komunikasi kami yang buruk akhir-akhir ini.



Bel pun berbunyi, kubukakan pintu untuknya dan ia pun mengucap salam. Sebelum masuk, aku pegang tangannya ke depan teras namun ia tetap berdiri, aku membungkuk untuk melepaskan sepatu, kaos kaki dan kucuci kedua kakinya. Aku tak mau ada syaithan yang masuk ke dalam rumah kami. Setelah itu akupun berdiri, langsung mencium tangannya. Tapi apa reaksinya?



Masya-Allah, ia tidak mencium keningku. Ia hanya diam dan langsung naik keruangan atas, kemudian mandi dan tidur tanpa bertanya kabarku.



Aku hanya berpikir, mungkin dia capek. Aku pun segera merapikan bawaannya sampai aku pun tertidur. Malam menunjukkan sepertiga malam. Mengingatkan aku pada tempat mengadu yaitu Allah, Sang Maha Pencipta.



Biasanya kami selalu berjamaah. Tapi karena melihatnya tidur sangat pulas, aku tak tega membangunkannya. Aku hanya mengelus wajahnya dan mencium keningnya. Aku lalu sholat tahajud 8 rakaat dan witir 3 rakaat.




***




Aku mendengar suara mobilnya, aku terbangun lalu melihatnya dari balkon kamar kami. Ia bersiap-siap untuk pergi. Aku memanggilnya tapi ia tak mendengar. Kemudian aku ambil jilbabku dan berlari dari atas ke bawah tanpa memerdulikan darah yg bercecer dari rahimku untuk mengejarnya. Tapi ia begitu cepat pergi.



Aku merasa ada yang aneh dengan suamiku. Ada apa dengan suamiku? Mengapa ia bersikap tidak biasa terhadapku?



Aku tidak bisa diam begitu saja. Firasatku mengatakan ada sesuatu. Saat itu juga aku langsung menelpon ke rumah mertuaku dan kebetulan Dian yang mengangkat telponnya. Aku bercerita dan aku bertanya apa yang sedang terjadi dengan suamiku. Dengan enteng ia menjawab, "Loe pikir aja sendiri!!!.” Telpon pun langsung terputus.



Ada apa ini? Tanya hatiku penuh dalam kecemasan. Mengapa suamiku berubah setelah ia kembali dari kota kelahirannya. Mengapa ia tak mau berbicara padaku, apalagi memanjakan aku.



Semakin hari ia menjadi orang yang pendiam, seakan ia telah melepas tanggung jawabnya sebagai seorang suami. Kami hanya berbicara seperlunya saja, aku selalu diintrogasinya. Selalu bertanya aku dari mana dan mengapa pulang terlambat. Ia bertanya dengan nada keras.



Suamiku telah berubah. Bahkan yang membuatku kaget, aku pernah dituduhnya berzina dengan mantan pacarku. Ingin rasanya aku menampar suamiku yang telah menuduhku serendah itu. Tapi aku selalu ingat, sebagaimana pun salahnya seorang suami, status suami tetap di atas para istri, itu pedoman yang aku pegang. Aku hanya berdoa semoga suamiku sadar akan prilakunya.




***




Dua tahun berlalu, suamiku tak kunjung berubah juga. Aku menangis setiap malam, lelah menanti seperti ini. Kami seperti orang asing yang baru saja berkenalan.



Kemesraan yang kami ciptakan dulu telah sirna. Walaupun kondisinya tetap seperti itu, aku tetap merawatnya dan menyiapkan segala yang ia perlukan. Penyakitku pun masih aku simpan dengan baik dan sekalipun ia tak pernah bertanya perihal obat apa yang aku minum. Kebahagiaan ku telah sirna, harapan menjadi ibu pun telah aku pendam. Aku tak tahu kapan ini semua akan berakhir.



Bersyukurlah, aku punya penghasilan sendiri dari aktifitasku sebagai seorang guru ngaji. Jadi aku tak perlu meminta uang padanya hanya untuk pengobatan kankerku. Aku pun hanya berobat semampuku.



Sungguh, suami yang dulu aku puja dan aku banggakan, sekarang telah menjadi orang asing bagiku. Setiap aku bertanya, ia selalu menyuruhku untuk berpikir sendiri.



Tiba-tiba saja malam itu setelah makan malam usai, suamiku memanggilku.



"Ya, ada apa, Yah?" sahutku dengan memanggil nama kesayangannya, ‘Ayah’.



"Lusa kita siap-siap ke Sabang, ya." jawabnya tegas.



"Ada apa? Mengapa?"



Kau ikut saja, jangan banyak tanya!"



Astaghfirullah. Suamiku yang dulu lembut tiba-tiba menjadi kasar. Dia membentakku. Sehingga tak ada lagi kelanjutan diskusi antara kami.



Lalu aku pun bersegera mengemasi barang-barang yang akan dibawa ke Sabang sambil menangis. Sedih karena suamiku kini tak aku kenal lagi.



Dua tahun pacaran, lima tahun kami menikah. Sudah dua tahun pula ia menjadi orang asing buatku. Kulihat kamar kami yang dulu hangat penuh cinta yang dihiasi foto pernikahan kami, sekarang menjadi dingin. Lebih dingin dari batu es. Aku menangis dengan kebingungan ini. Ingin rasanya aku berontak berteriak, tapi aku tak bisa.



Suamiku tak suka dengan wanita yang kasar, ngomong dengan nada tinggi, suka membanting barang-barang. Dia bilang perbuatan itu menunjukkan sikap ketidakhormatan kepadanya. Aku hanya bisa bersabar menantinya bicara dan sabar mengobati penyakitku ini, dalam kesendirianku..




***




Kami telah sampai di Sabang. Aku masih merasa lelah karena semalaman aku tidak tidur karena terus berpikir. Keluarga besarnya juga telah berkumpul di sana, termasuk ibu dan adik-adiknya. Aku tidak tahu ada acara apa ini.



Aku dan suamiku pun masuk ke kamar kami. Suamiku tak betah di dalam kamar tua itu, ia pun langsung keluar bergabung dengan keluarga besarnya.



Baru saja aku membongkar koper kami dan ingin memasukkannya ke dalam lemari tua, tiba-tiba Tante Lia---tante yang sangat baik padaku---memanggilku untuk bersegera berkumpul di ruang tengah. Aku pun menuju ke ruang keluarga yang berada di tengah rumah besar itu---yang tampak seperti rumah zaman peninggalan belanda.



Kemudian aku duduk di samping suamiku, dan suamiku menunduk penuh dengan kebisuan, aku tak berani bertanya padanya. Tiba-tiba saja neneknya, orang yang dianggap paling tua dan paling berhak atas semuanya, membuka pembicaraan.



"Baiklah, karena kalian telah berkumpul, Nenek ingin bicara dengan kau, Fisha". Neneknya berbicara sangat tegas, dengan sorot mata yang tajam.



"Ada apa ya Nek?" sahutku dengan penuh tanya.



"Kau telah bergabung dengan keluarga kami hampir 8 tahun, sampai saat ini kami tak melihat tanda-tanda kehamilan yang sempurna sebab selama ini kau selalu keguguran!"



Aku menangis. Untuk inikah aku diundang kemari? Untuk dihina ataukah dipisahkan dengan suamiku?



"Sebenarnya kami sudah punya calon untuk Fikri, dari dulu. Sebelum kau menikah dengannya. Tapi Fikri anak yang keras kepala, tak mau diatur. Dan akhirnya menikahlah ia dengan kau,” lanjut neneknya berbicara sangat lantang, mungkin logat orang Sabang seperti itu semua.



Aku hanya bisa tersenyum dan melihat wajah suamiku yang kosong matanya.



"Dan aku dengar dari ibu mertuamu kau pun sudah berkenalan dengannya.” Neneknya masih melanjutkan pembicaraan itu. Sedangkan suamiku hanya terdiam saja. Aku lihat air matanya. Ingin aku peluk suamiku agar ia kuat dengan semua ini, tapi aku tak punya keberanian untuk itu.



Neneknya masih saja berbicara panjang lebar dan yang terakhir dari ucapannya dengan mimik wajah yang sangat menantang kemudian berkata, "Kau maunya gimana? Kau dimadu atau diceraikan?"



MasyaAllah. Kuatkan hati ini. Aku ingin jatuh pingsan. Hati ini seakan remuk mendengarnya, hancur hatiku. Mengapa keluarganya bersikap seperti ini terhadapku. Aku selalu munutupi masalah ini dari kedua orang tuaku yang tinggal di pulau kayu. Mereka mengira aku sangat bahagia dua tahun belakangan ini.



"Fish, jawab!" Dengan tegas Ibunya langsung memintaku untuk menjawab.



Aku langsung memegang tangan suamiku. Dengan tangan yang dingin dan gemetar aku menjawab dengan tegas.



"Walaupun aku tidak bisa berdiskusi dulu dengan imamku, tapi aku dapat berdiskusi dengannya melalui bathiniah. Untuk kebaikan dan masa depan keluarga ini, aku akan menyambut baik seorang wanita baru di rumah kami."



Itu yang aku jawab, dengan kata lain aku rela cintaku dibagi. Dan pada saat itu juga suamiku memandangku dengan tetesan air mata, tapi air mataku tak sedikit pun menetes di hadapan mereka.



Aku lalu bertanya kepada suamiku, "Ayah, siapakah yang akan menjadi sahabatku di rumah kita nanti, Yah?"



Suamiku menjawab, "Desi."



Akupun langsung menarik napas dan berbicara, "Kapan pernikahannya berlangsung? Apa yang harus saya siapkan dalam pernikahan ini, Nek?"



Ayah mertuaku menjawab, "Pernikahannya dia minggu lagi."



"Baiklah kalau begitu saya akan menelpon pembantu di rumah, untuk menyuruhnya mengurus KK kami ke kelurahan besok.” Setelah berbicara seperti itu aku permisi untuk pamit ke kamar.



Tak tahan lagi. Air mata ini akan turun. Aku berjalan sangat cepat, membuka pintu kamar dan langsung duduk di tempat tidur. Ingin berteriak, tapi aku sendiri di sini. Tak kuat rasanya menerima hal ini, cintaku telah dibagi. Sakit. Diiringi akutnya penyakitku.



Apakah karena ini suamiku menjadi orang yang asing selama 2 tahun belakangan?



Aku berjalan menuju ke meja rias, kubuka jilbabku, aku bercermin sambil bertanya-tanya, "Sudah tidak cantikkah aku ini?"



Kuambil sisir. Kusisiri rambutku yang setiap hari rontok. Kulihat wajahku, ternyata aku memang sudah tidak cantik lagi. Rambutku sudah hampir habis. Kepalaku sudah botak di bagian tengahnya.



Tiba-tiba pintu kamar terbuka. Ternyata suamiku yang dating. Ia berdiri di belakangku. Tak kuhapus air mata ini, aku bersegera memandangnya dari cermin meja rias itu. Kami diam sejenak, lalu aku mulai pembicaraan, "Terima kasih, Ayah, kamu memberi sahabat kepadaku. Jadi aku tak perlu sedih lagi saat ditinggal pergi kamu nanti. Iya, kan?"



Suamiku mengangguk sambil melihat kepalaku tapi tak sedikitpun ia tersenyum dan bertanya kenapa rambutku rontok. Dia hanya mengatakan jangan salah memakai shampo. Dalam hatiku bertanya mengapa ia sangat cuek dan sudah tak memanjakanku lagi. Lalu dia berkata, “Sudah malam, kita istirahat, yuk!"



"Aku sholat isya dulu, baru tidur.”



Dalam sholat dan dalam tidur aku menangis. Kuhitung mundur waktu, kapan aku akan berbagi suami dengannya. Aku pun ikut sibuk mengurusi pernikahan suamiku. Aku tak tahu kalau Desi orang Sabang juga. Sudahlah, ini mungkin takdirku. Aku ingin suamiku kembali seperti dulu, yang sangat memanjakanku atas rasa sayang dan cintanya itu.




***




Malam sebelum hari pernikahan suamiku, aku menulis curahan hatiku di laptopku.



Aku menulis saat-saat terakhirku melihat suamiku, aku marah pada suamiku yang telah menelantarkanku. Aku menangis melihat suamiku yang sedang tidur pulas. Apa salahku? Sampai ia berlaku sekejam itu kepadaku. Aku save di My Document yang bertitle "Aku Mencintaimu Suamiku”.



Hari pernikahan telah tiba. Aku telah siap, tapi aku tak sanggup untuk keluar. Aku berdiri di dekat jendela. Melihat matahari. Mungkin aku tak kan bisa melihat sinarnya lagi. Aku berdiri sangat lama. Suamiku yang telah siap dengan pakaian pengantinnya masuk dan berbicara padaku.



"Apakah kamu sudah siap?"



Kuhapus airmata yang menetes diwajahku sambil berkata, "Nanti jika ia telah sah jadi istrimu, ketika kamu membawa ia masuk ke dalam rumah ini, cucilah kakinya sebagaimana kamu mencuci kakiku dulu. Lalu ketika kalian masuk ke dalam kamar pengantin, bacakan doa di ubun-ubunnya sebagaimana yang kamu lakukan padaku dulu. Lalu setelah itu….” Ucapanku terhenti karena tak sanggup aku meneruskan pembicaraan itu, aku ingin menagis meledak.



Tiba-tiba suamiku menjawab, "Lalu apa, Bunda?"



Aku kaget mendengar kata itu. Yang tadinya aku menunduk seketika aku langsung menatapnya dengan mata yang berbinar-binar.



"Bisa kamu ulangi apa yang kamu ucapkan barusan?" pintaku untuk menyakini bahwa kuping ini tidak salah mendengar.



Dia mengangguk dan berkata, "Baik, Bunda. Akan Ayah ulangi. Lalu apa, Bunda?" Sambil ia mengelus wajah dan menghapus air mataku, dia agak sedikit membungkuk karena dia sangat tinggi, aku hanya sedadanya saja.



Dia tersenyum sambil berkata, "Kita lihat saja nanti, ya.” Dia memelukku dan berkata, "Bunda adalah wanita yang paling kuat yang Ayah temui selain Mama.”



Kemudian ia mencium keningku, aku langsung memeluknya erat dan berkata, "Ayah, apakah ini akan segera berakhir? Ayah kemana saja? Mengapa Ayah berubah? Aku kangen sama Ayah? Aku kangen belaian kasih sayang Ayah? Aku kangen dengan manjanya Ayah? Aku kesepian, Ayah? Dan satu hal lagi yang harus Ayah tahu, bahwa aku tidak pernah berzina. Dulu, waktu awal kita pacaran, aku memang belum bisa melupakannya, setelah 4 bulan bersama Ayah baru bisa aku terima, jika yang di hadapanku itu adalah lelaki yang aku cari. Bukan berarti aku pernah berzina Ayah."



Aku langsung bersujud di kakinya dan muncium kaki imamku sambil berkata, "Aku minta maaf Ayah, telah membuatmu susah".



Saat itu juga, diangkatnya badanku. Ia hanya menangis.



Ia memelukku sangat lama, dua tahun aku menanti dirinya kembali. Tiba-tiba perutku sakit, ia menyadari bahwa ada yang tidak beres denganku dan ia bertanya, "Bunda baik-baik saja, kan?"



Aku pun menjawab, "Bisa memeluk dan melihat Ayah kembali seperti dulu itu sudah membuatku baik. Aku hanya tak bisa bicara sekarang.”



Karena dia akan menikah. Aku tak mau membuat dia khawatir. Dia harus khusyuk menjalani acara prosesi akad nikah tersebut.




***




Setelah tiba di masjid, ijab-qabul pun dimulai. Aku duduk diseberang suamiku. Aku melihat suamiku duduk berdampingan dengan perempuan itu, membuat hati ini cemburu, ingin berteriak mengatakan, "Ayah jangan!"



Jantung ini berdebar kencang saat mendengar ijab-qabul tersebut. Begitu ijab-qabul selesai, aku menarik napas panjang. Tante Lia memelukku. Dalam hati aku berusaha untuk menguatkan hati ini. Ya, aku kuat.



Tak sanggup aku melihat mereka duduk bersanding di pelaminan. Orang-orang yang hadir di acara resepsi itu iba melihatku. Mereka melihatku dengan tatapan sangat aneh. Mungkin melihat wajahku yang selalu tersenyum.



Sampai di rumah, suamiku langsung masuk ke dalam rumah begitu saja. Tak mencuci kakinya. Aku sangat heran dengan perilakunya. Apa iya, dia tidak suka dengan pernikahan ini? Sementara itu, Desi disambut hangat di dalam keluarga suamiku, tak seperti aku dahulu, yang dimusuhi.



Malam ini aku tak bisa tidur, bagaimana bisa? Suamiku akan tidur dengan perempuan yang sangat aku cemburui. Aku tak tahu apa yang sedang mereka lakukan di dalam sana.



Sepertiga malam pada saat aku ingin sholat lail aku keluar untuk berwudhu. Aku melihat ada lelaki yang mirip suamiku tidur di sofa ruang tengah. Kudekati. MasyaAllah. Suamiku tak tidur dengan wanita itu, ia ternyata tidur di sofa. Aku duduk di sofa itu sambil mengelus wajahnya yang lelah. Tiba-tiba ia memegang tangan kiriku, tentu saja aku kaget.



"Kamu datang ke sini, aku pun tahu,” katanya. Aku tersenyum dan megajaknya sholat lail. Setelah sholat lail ia berkata, "Maafkan aku, aku tak boleh menyakitimu, kamu menderita karena egoku. Besok kita pulang ke Jakarta. Biar Desi pulang dengan mama, papa, dan juga adik-adikku."



Aku menatapnya dengan penuh keheranan. Tapi ia langsung mengajakku untuk istirahat. Saat tidur ia memelukku sangat erat. Aku tersenyum saja, sudah lama ini tidak terjadi.



Ya Allah, apakah Engkau akan menyuruh malaikat maut untuk mengambil nyawaku sekarang ini, karena aku telah merasakan kehadirannya saat ini. Tapi, masih bisakah engkau ijinkan aku untuk merasakan kehangatan dari suamiku yang telah hilang selama 2 tahun ini.



Suamiku berbisik, "Bunda kok kurus?"



Aku menangis dalam kebisuan. Pelukannya masih bisa kurasakan. Aku pun berkata, "Ayah kenapa tidak tidur dengan Desi?"



"Aku kangen sama Bunda, aku tak mau menyakitimu lagi. Kamu sudah sering terluka oleh sikapku yang egois." Dengan lembut suamiku menjawab seperti itu.



Lalu suamiku berkata, "Bun, Ayah minta maaf telah menelantarkan bunda. Selama ayah di Sabang, ayah dengar kalau bunda tidak tulus mencintai ayah. Bunda seperti mengejar sesuatu, seperti mengejar harta ayah. Dan satu lagi, Ayah pernah melihat SMS bunda dengan mantan pacar Bunda di mana isinya kalau bunda gak mau berbuat ‘seperti itu’ dan tulisan seperti itu diberi tanda kutip. Ayah ingin ngomong tapi takut Bunda tersinggung dan berpikir kalau Bunda pernah tidur dengannya sebelum bertemu Ayah. Terus Ayah dimarahi oleh keluarga karena terlalu memanjakan Bunda"



Hati ini sakit ketika difitnah oleh suamiku, ketika tidak ada kepercayaan di dirinya, hanya karena omongan keluarganya yang tidak pernah melihat betapa tulusnya aku mencintai pasangan seumur hidupku ini.



Aku hanya menjawab, "Aku sudah ceritakan itu, kan, Yah. Aku tidak pernah berzina dan aku mencintaimu setulus hatiku. Jika aku hanya mengejar hartamu, mengapa aku memilih kamu? Padahal banyak lelaki yang lebih mapan darimu waktu it. Jika aku hanya mengejar hartamu, aku tak mungkin setiap hari menangis karena menderita mencintaimu."



Entah aku harus bahagia atau aku harus sedih karena ‘sahabatku’ sendirian di kamar pengantin itu. Malam itu, aku menyelesaikan masalahku dengan suamiku dan berusaha memaafkannya beserta sikap keluarganya juga. Karena aku tak mau mati dalam hati yang penuh dengan rasa benci.




***




Keesokan harinya...



Ketika aku ingin terbangun untuk mengambil wudhu, kepalaku pusing, rahimku sakit sekali. Aku mengalami pendarahan dan suamiku kaget bukan main, ia langsung menggendongku. Aku pun dilarikan ke rumah sakit.



Dari kejauhan aku mendengar suara zikir suamiku. Aku merasakan tanganku basah. Ketika kubuka mata ini, kulihat wajah suamiku penuh dengan rasa kekhawatiran. Ia menggenggam tanganku dengan erat. Dan mengatakan, "Bunda, Ayah minta maaf...."



Berkali-kali ia mengucapkan hal itu. Dalam hatiku, apa ia tahu apa yang terjadi padaku? Aku berkata dengan suara yang lirih, "Yah, Bunda ingin pulang. Bunda ingin bertemu kedua orang tua bunda, anterin bunda kesana, ya, Yah...."



"Ayah jangan berubah lagi, ya. Janji, ya, Yah.... Bunda sayang banget sama Ayah,” lanjutku.



Tiba-tiba saja kakiku sakit sangat sakit, sakitnya semakin ke atas. Kakiku sudah tak bisa bergerak lagi. Aku tak kuat lagi memegang tangan suamiku. Kulihat wajahnya yang tampan, berlinang air mata. Sebelum mata ini tertutup, kulafazkan kalimat syahadat dan ditutup dengan kalimat tahlil.



Aku bahagia melihat suamiku punya pengganti diriku. Aku bahagia selalu melayaninya dalam suka dan duka. Menemaninya dalam ketika ia mengalami kesulitan dari kami pacaran sampai kami menikah. Aku bahagia bersuamikan dia. Dia adalah napasku.



Untuk Ibu mertuaku, "Maafkan aku telah hadir di dalam kehidupan anakmu sampai aku hidup di dalam hatinya. Ketahuila, Ma, dari dulu aku selalu berdoa agar Mama merestui hubungan kami. Mengapa engkau fitnah diriku di depan suamiku, apa engkau punya buktinya, Ma? Mengapa engkau sangat cemburu padaku, Ma? Fikri tetap milikmu, Ma. Aku tak pernah menyuruhnya untuk durhaka kepadamu. Dari dulu aku selalu mengerti apa yang kamu inginkan dari anakmu, tapi mengapa kau benci diriku. Dengan Desi kau sangat baik tetapi denganku, menantumu, kau bersikap sebaliknya."







---selesai---