Friday, November 7, 2014

DIA, LELAKIKU

Penulis: Endar Wahyuni 
   


Dia masih asyik bermanja denganku ketika matahari mulai turun. Semilir angin berembus mesra, membelai memanjakan kami yang tengah bermalas-malasan. Sebentar-sebentar kuusap kepalanya. Lantas dia tampak begitu girang. Tak bosan-bosannya dia mengelayut di tubuhku. Seperti tak bosan pula aku menggodanya, mencubit hidungnya. Ah…, kami memang tak pernah bosan mengumbar kemesraan ini.

Entah sudah berapa musim kulewati dengannya. Aku sangat menyayanginya. Bahkan aku sangat takut kehilangannya. Walaupun hubungan kami sedikit bermasalah. Bukan. Bukan hubungan kami yang bermasalah. Hanya saja…

Huuuft…, aku selalu berharap orang di sekitarku bisa menerima kehadirannya. Betapa aku menginginkannya untuk selalu di dekatku. Dia, pendengar yang baik saat aku butuh teman bicara. Dia, teman yang lucu saat aku butuh tempat tertawa. Dia, bahkan dalam kodisi aku kelelahan pun, dia serasa jadi obat penawar. Dia, entahlah. Aku selalu merindukannya ketika kami lama tak berjumpa.

Sore ini, aku sangat senang. Di rumah hanya ada kami berdua. Itu tandanya aku dapat bercanda sepuasnya bersama dia. Tanpa takut ada yang melarangku. Atau marah-marah karena tak suka kehadirannya. Kami bercanda, bermain-main di teras belakang. Aku terus menggodanya. Dan dia, seperti yang sudah-sudah, selalu manja. Hingga lama-lama dia akan tertidur di pangkuanku.

Kami tak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. Andai aku boleh meminta, aku ingin kami bisa selalu bermesraan seperti ini setiap waktu. Tapi, rasanya mustahil. Aku tidak merasa ada yang salah jika kami bersama. Hanya saja, aku tak pernah mengerti mengapa orang terdekatku sendiri yang melarangku dekat dengannya. Apa salahnya? Kalau aku tanya seperti itu, pasti akan dibeberkannya satu per satu kekurangan dia. Inilah…, itulah…, aku capai mendengarnya.

“Rupanya di sini, sampai nggak denger ada salam.” Aku tersentak ketika di hadapanku berdiri seorag lelaki yang amat kukenal.

Aku menelan ludah. Aku tahu waktuku bermesraan sudah habis. Dan lebih parahnya lagi, aku kepergok lelaki di depanku. Deg!

“Eh…, iya, maaf,’’ jawabku pelan, takut kena marah.

“Kamu itu…, sudah dibilangin tetep aja ngeyel, ya. Jangan mainan kucing!”

Aku menunduk, diam membisu. Kubangunkan kucingku yang rupanya telah pulas di pangkuanku. Lelakiku memandangku tajam.

Iya, dia memang tidak suka aku bermain-main dengan kucing. Alasan utamanya adalah tidak baik untuk kesehatanku. Disambung alasan-alasan lainnya yang selalu kudengar setiap hari. Masih beruntung aku boleh memeliharanya. Dengan syarat, tidak boleh bermain-main dengannya, apalagi menyentuhnya. Aiiih…, ini terlalu menyiksaku.


JOG, En-071114



Lihat juga Flash Fiction lainnya di sini


No comments:

Post a Comment