Thursday, December 18, 2014

Kereta Hantu

Penulis: Endar Wahyuni


Senja berlalu, waktu menunjukkan pukul setengah tujuh malam. Aku sudah siap dengan seragam hitam-putihku. Kakiku melangkah menuju salah satu kereta. Ya, hari ini adalah hari ketiga PKL-ku menjadi pramugara kereta. Kalau bukan demi melengkapi nilai praktikku, sebenarnya aku sangat malas. Bagaimana tidak? Bahasanya saja pramugara. Tapi, kerjaannya seperti pedagang asongan. Menawarkan segala macam makanan dan minuman di dalam kereta. Kalau malam, ditambah menawarkan bantal. Aghh... menyebalkan.

Kali ini, aku sudah berada dalam salah satu gerbong. Di atas tangan kiriku terdapat sebuah baki lengkap dengan teh hangat. Kereta berjalan setengah jam yang lalu. Kini, saatnya aku beraksi.

“Teh hangatnya, Pak, Bu, silakan!” tawarku.

Semua terdiam. Tak ada yang menjawab.

“Yang kedinginan, yang haus, mari teh hangatnya!” teriakku lagi.

Nihil. Semua tetap bergeming. Kuperhatikan mereka saksama. Belum ada yang tertidur. Tapi, wajah mereka kelihatan pucat. Bibir tampak biru, dan...

“Mbak, mau teh hangat?” tanyaku pada seorang gadis di sampingku.

Tangan kananku sedikit menyentuh tangannya yang memang menggunakan kaus lengan pendek.

Deg!
                           
Aku terperanjat. Gadis itu terasa begitu dingin. Seperti..., seperti mayat.

“Tidaakkk...!!!” teriakku spontan.

Seluruh isi gerbong memandangku dengan tatapan kuyu. Tiba-tiba, darah keluar dari bola mata mereka. Aku benar-benar dilanda ketakutan. Ingin rasanya aku lari, tapi kakiku terasa kaku.

“Hei...!!! Apa yang kau lakukan di dalam sana!” teriak seorang perempuan berseraga. Entah seragam apa, aku tidak begitu melihat dengan jelas. Cahaya yang menerangi tempat ini hanya sedikit, hanya berasal dari sorotan lampu ruang tunggu stasiun. Tapi, aku yakin dia juga bekerja di sini.

Aku tiba-tiba merasa aneh. Kereta api yang kutumpangi dalam keadaan diam. Tidak ada siapa-siapa di dalamnya. Bahkan, kondisinya teramat memprihatinkan. Aku bergidik, bingung apa yang telah terjadi. Buru-buru kulangkahkan kakiku keluar.

“Kau anak PKL, kan? Kereta ke Jakarta sudah akan berangkat. Kenapa malah asyik-asyikan bermain di kereta tua yang sudah tak terpakai lagi?” hardiknya setibanya aku di luar.

“Eh..., iya, maaf,” jawabku menunduk sambil mengingat-ingat apa yang telah terjadi.

Aku yakin benar, tadi kereta yang kumasuki awalnya biasa saja seperti kereta pada umumnya.

“Bolehkah kutahu, kereta yang akan kutumpangi sekarang yang mana?” tanyaku karena takut salah lagi.

“Ikut aku!” Perempuan itu membalikkan tubuhnya.

Mataku tiba-tiba tertuju pada punggungnya. Terlihat luka besar menganga dan menjijikan.

“Aaa...!!!” aku berusaha menjerit sekerasnya.

Perempuan itu membalikkan badannya lagi kearahku. Wajahnya kini tampak hancur. Banyak luka dan darah mengering. Aku serasa ingin pingsan kali ini. Dari belakang, kudengar kereta tua tadi berjalan kearahku. Kutoleh, tak ada masinisnya. Aku ingin menghindar. Namun, lagi-lagi kakiku terasa berat. Dan...

‘PET!’

“Aargghhh...!”

“Kenapa, Dil?” tanya ibuku.

“Laptopnya nggak tahu kenapa tiba-tiba mati, Bu. Padahal lagi buat tugas dari Bu Guru. Disuruh nulis cerita horror tentang kereta. Belum disimpan dan harus dikumpulin besok!” keluhku dengan muka masam.

JOG, En-171214



Lihat juga Flash Fiction lainnya di sini

No comments:

Post a Comment