“Hei, kenapa
kamu menangis? Apa yang kamu tangisi? Toh, itu gara-gara kamu sendiri. Salah
sendiri jadi orang yang nggak berguna!” Perempuan itu memakiku sekeras mungkin.
Tanpa kasihan sedikit pun padaku.
Aku hanya bisa
menatapnya sayu. Apalagi yang harus kulakukan? Toh, semua ucapannya memang
benar. Aku benar-benar orang yang tidak bisa diharapkan. Gadis bodoh yang tak
tahu diri. Aku hanya bisa menangis, menangis, dan menangis. Aku selalu takut
untuk berbuat lebih.
“Sudah, jangan
dengarkan dia. Aku paham mengapa kamu melakukan ini. Memang, ini tidak bisa
diterima semua orang. Tapi, yakinlah bahwa suatu hari nanti semua akan
baik-baik saja.” Perempuan lain menatapku sendu seolah mampu merasakan apa yang
selalu membebani hati dan pikiranku.
“Buat apa kau
membelanya? Tidak ada gunanya. Kau bisa melihatnya sendiri. Semua orang sudah
menjauhinya, meninggalkannya tanpa belas kasih. Itu karena dia yang tak bisa
memperlakukan oraang lain dengan baik.” Lagi-lagi aku harus mendengar kalimat
demi kalimat yang begitu pahit keluar dari orang pertama tadi. Perempuan dengan
sorot mata tajam juga wajah garang. Dan lagi-lagi pula aku harus membenarkan semua
ucapan.
“Dia hanya tak
mengerti apa yang harus dan sebaiknya dilakukan. Di satu sisi sangat ingin
melakukan hal-hal yang banyak orang inginkan, namun di satu sisi lagi dia
merasa takut.” Perempuan kedua kembali membelaku. Pembelaan yang juga harus
kubenarkan adanya.
“Halah... apa
pun itu dia tetap salah. Dia perempuan tak punya hati!” sergah perempuan
berwajah garang tadi sambil menunjuk-nunjuk mukaku.
Aku teramat
ketakutan. Tangisku kembali buncah. Aku tersedu-sedu. Perdebatan demi
perdebatan kedua wanita itu terus berlangsung. Terngiang-ngiang di telinga,
memuakkan pikiranku.
“CUKUUUPPP...!!!”
teriakku putus asa seiring suara pecahan cermin di depanku. Perlahan aku duduk,
merasakan tubuhku yang begitu berat. Aku mulai memeluk lututku sambil terus
terisak. Darah segar mengalir dari punggung telapak tanganku, berjatuhan di
lantai kamar yang sedari tadi kupijak sendirian.
JOG, En-090415
Lihat juga Flash Fiction lainnya di sini
No comments:
Post a Comment