Penulis: Endar Wahyuni
Sore ini suasana sedikit panas. Rina menyandarkan
tubuhnya di sofa ruang tengah. Rasa capai menggelayutinya setelah satu jam
berkutat pada motor barunya. Mencuci, mengelap hingga kinclong adalah kegiatan
rutinnya selama tiga bulan terakhir. Sementara di sampingnya, Intan, tengah
asyik mewarnai.
“Hemmm..., bagus, Nak!” puji Rina.
“Mama..., Mama...! Tadi di sekolah Intan belajar
tari, lho!” pamer Intan tanpa menghiraukan pujian mamanya. Intan yang usianya
baru menginjak empat tahun itu memang suka sekali bercerita tentang kegiatannya
selama di PAUD.
“Oh, ya? Kamu belajar tari apa?”
“Tari Badui....”
Tok...
tok... tok!
Tiba-tiba terdengar ketukan dari arah pintu
depan. Rina melongokkan kepalanya ke ruang tamu. Tirai jendela yang terikat ke
samping membuatnya leluasa melihat orang di luar. Seorang lelaki terlihat
tengah berdiri di depan rumah.
“Sayang, tolong bukain pintunya, ya! Mama capek
banget. Nanti langsung aja bilang ke Om itu kalau Mama lagi ke warung dan nggak
ada orang di rumah,” pinta Rina seraya mengelus rambut putrinya.
“Oke, Ma!” Intan mengangguk dan berlalu dengan
senyum sumringah.
Klekkk!
Intan perlahan membuka pintu.
“Halo, Cantik! Mamanya ada?” sapa lelaki itu
lengkap dengan senyum ramahnya. Rina hanya mendengarkan percakapan itu dari
balik tembok pembatas antara ruang tengah dan ruang tamu.
“Tadi, kata Mama aku disuruh bilang ke Om kalau
Mama lagi ke warung, nggak ada orang di rumah....”
Jleb! Rina tepuk jidat mendengar jawaban anaknya.
“Oh..., Mama bilangnya baru aja, ya?”
“Iya, Om. Sebelum aku buka pintu ini.”
Rina meringis malu mendengar jawaban anaknya. Dia
mondar-mandir di ruang tengah. Bingung apa yang harus dilakukannya. Mau keluar,
malu sudah ketahuan berbohong. Kalau nggak keluar, nggak enak karena lelaki itu
sudah tahu dirinya di rumah. Keluar salah, sembunyi salah, batin Rina.
“Hebat, lho, mamanya. Punya warung di dalam rumah,”
sindir lelaki itu dengan suara yang sengaja diperkeras.
“Mama nggak punya warung, kok, Om!” bantah Intan
tanpa tahu maksud di balik ucapan lelaki itu.
“Cantik, Om permisi, ya?" pinta lelaki itu.
Intan mengangguk.
Suasana kembali senyap, tidak terdengar lagi
percakapan di luar. Rina menghela napas lega. Buru-buru dilangkahkan kakinya
menuju ruang tamu untuk mengunci pintu. Tiba-tiba...
Glekkk!
Rina kaget ketika hendak mengunci pintu ternyata
lelaki itu sedang duduk manis di sofa ruang tamu.
"Sore, Ibu. Sudah selesai urusan
warungnya?" sindir lelaki itu.
"Eh... anu... eh... ini uangnya belum ada...."
Rina gugup mengingat hari ini jatuh tempo pembayaran cicilan motor barunya.
Lihat juga Flash Fiction lainnya di sini
No comments:
Post a Comment