Siang ini sengaja
kutemui Mey. Kami duduk berdua di beranda rumahnya. Beberapa kali kulirik
wajahnya yang terlihat begitu tenang. Entah apa yang ada dalam pikirannya. Yang
aku tahu, dia dengan sabar mendengarkanku. Sesekali senyum manis terlihat
menghiasi wajah ayu itu.
Kuceritakan semua
tentang apa yang terjadi dua tahun silam. Saat aku jatuh cinta pada seseorang
yang kurasa begitu mengertiku. Perempuan yang tampak cantik di mataku, bisa
dibilang seksi. Derai tawanya menggugah selera. Dia gadis yang lincah, periang,
humoris, juga perhatian. Dan yang paling membuatku nyaman adalah aku bisa
cerita apa saja padanya. Entahlah, dia begitu memikat perhatianku.
Akhirnya, kuputuskan
untuk menjalin hubungan dengannya. Aku sangat senang ketika dia bisa menerima
keadaanku saat itu. Bisa memahami situasi yang pasti cukup menyulitkan baginya.
Itulah yang membuatku semakin tergila-gila padanya.
“Gimana kabar dia
sekarang?” tanya Mey.
“Mungkin ini memang
salahku, Mey. Wajar kalau aku harus menerima resikonya,” ucapku tanpa menjawab
pertanyaan Mey.
Mey menatapku
sebentar tanpa berkomentar. Mungkin dia sedikit kecewa karena tak mendapat
jawaban atas pertanyaannya.
“Ternyata selama ini
aku salah besar. Kamu tahu? Dia sangat berbeda dengan yang aku kenal
sebelumnya. Di balik semua sikap manisnya, rupanya dia sangat jauh dari yang
kuharapkan. Iya, sebelum bersamaku sikapnya begitu lembut. Bahkan dia begitu
sempurna di mataku. Tapi…”
“Tapi, kamu sudah
memilihnya. Ingat, tidak ada yang sempurna di dunia ini,” sela Mey.
“Iya, Mey. Hanya
saja, aku sangat kecewa dengan diriku sendiri. Dia yang terlihat memesona bagiku
ternyata aslinya sangat memuakkan. Dia tidak sesabar yang kubayangkan. Suka
marah-marah sampai benda apa pun di sekitarnya jadi korban. Kata-kata kasar
setiap hari tak pernah luput. Yang paling membuatku merasa tidak dihargai
adalah dia selalu meremehkanku,” jelasku.
Mey masih saja diam.
Entah masih mendengarkanku atau sibuk dengan pikirannya sendiri. Bisa jadi
dalam hati sedang sibuk menyalahkanku.
“Dia juga menjalin
hubungan dengan lelaki lain selama bersamaku, Mey. Berkali-kali malah, terakhir
aku memergoki sendiri. Saat kutanya, dengan santai dia menjawab bahwa itu
wajar. Toh, belum nikah. Itu alasan yang sangat menyakitkan, Mey. Ternyata di
balik sikap manisnya dulu, hatinya sungguh busuk. Aku sama sekali tak
menyangka, Mey….”
“Semoga kamu bisa
mengambil hikmahnya, ya!” timpal Mey.
“Maafkan aku, Mey.
Mungkin ini karma. Aku telah menduakanmu dengan gadis itu. Hingga akhirnya aku
lebih memilih dia. Rupanya hatinya tak sebaik sikapnya waktu awal jumpa. Aku
benar-benar menyesal, Mey. Kuakui, kamu memang yang paling sabar menghadapiku.
Bahkan saat ini pun kamu masih baik padaku. Aku minta maaf, Mey!”
Mey hanya mengangguk
pelan. Senyum manisnya kembali mendamaikanku. Andai aku bisa kembali menjalani
hari dengannya lagi, batinku.
JOG, En-111114
*) cerita dari seorang teman (tokoh ‘aku’)
yang terjadi pada tahun 2012. Nama sengaja disamarkan.
Lihat juga kumpulan FTS lainnya di sini
No comments:
Post a Comment