Sunday, April 14, 2013

"I Live For This SH*T"

Penulis: bepe, 25 December 2011
 


Indonesia Vs Uruguay: Jum'at 8 Oktober 2010, Stadion Utama Gelora Bung Karno..

Salah satu hari yang cukup spesial dalam karir sepakbola saya. Saya katakan spesial karena pada hari itu saya mendapat kesempatan untuk bermain dengan tim sekelas Uruguay, yang 3 bulan yang lalu baru saja berhasil menjadi peringkat ke 3 Piala Dunia 2010. Lebih spesial lagi karena mereka datang dengan kekuatan penuh sama seperti ketika bermain di piala dunia 2010, hanya seorang Diego Forlan yang menghilang dari squad ketika itu..

Akan selalu menjadi hal yang sangat menyenangkan serta membanggakan ketika kita dapat bermain dengan pemain-pemain level wahid di dunia. Karena dalam pertandingan-pertandingan seperti itu, kita dapat banyak belajar mengenai cara bermain, tak-tik serta strategi yang baik dan benar dalam sepakbola modern. Mengingat permainan sepakbola modern sendiri sudah berkembang dengan sedemikian pesatnya..

Seperti yang kita semua tahu, pertandingan itu sendiri berakhir dengan skor 1:7 untuk kemenangan Uruguay. Ketika itu publik mencaci maki permainan tim nasional yang mereka anggap sangat memalukan, masyarakat lupa jika tim yang kita hadapi saat itu adalah peringkat 3 Piala Dunia, tim yang kekuatannya tentu tidak sembarangan. Hal Itu terbukti  setelah 7 bulan kemudian, Uruguay mampu menjadi  yang terbaik di gelaran Copa America, menyisihkan Chile, Paraguay bahkan Argentina juga Brazil..

Selama bertahun-tahun bermain untuk tim nasional, saya sangat bersyukur karena banyak mendapat kesempatan untuk bermain dengan tim-tim hebat dari mancanegara, begitu juga dengan pemain-pemain kelas dunia. Akan tetapi sejujurnya pertandingan melawan Uruguay tersebut adalah salah satu yang paling berkesan bagi saya. Mengapa..?? karena terselip sebuah cerita bermakna di sebaliknya. Sebuah cerita yang mungkin sangat sederhana akan tetapi sarat akan makna. Sebuah cerita yang tidak dapat saya pungkiri mampu menyentuh sisi emosional saya sebagai pemain sepakbola, terlebih lagi sebagai pemain tim nasional Indonesia..

Dalam pertandingan itu satu-satunya gol Indonesia di cetak oleh Boaz T. E Salossa, memanfaatkan sebuah umpan terukur Bambang Pamungkas yang jatuh tepat di belakang Diego Lugano. Sebuah umpan yang membuat Boaz langsung berhadapan satu lawan satu dengan penjaga gawang Uruguay, yang malam itu di tempati oleh Juan Guillermo Castillo. Dengan satu gerakan saja, Boaz sudah mampu mengecoh Castillo dan menceploskan bola ke gawang yang sudah kosong..

Menurut saya malam itu saya sendiri tampil biasa-biasa saja, jauh untuk dapat dikatakan baik, akan tetapi tidak juga dapat dikategorikan sebagai buruk. Malam itu adalah untuk pertama kalinya saya bermain sebagai gelandang serang di tim nasional Indonesia, dan sialnya lagi lawan yang kami hadapi adalah tim sekelas Uruguay. Maka hasilnyapun sudah dapat ditebak, saya sering kehilangan bola dan salah mengantisipasi pergerakan lawan..
Satu hal yang paling mengejutkan adalah, 40 ribuan penonton yang hadir di stadion malam itu, menyoraki saya setiap kali saya menyentuh bola. Bahkan puncaknya terjadi di sekitar menit ke 60, ketika saya ditarik keluar dan digantikan oleh Yongki Aribowo, maka suara Booooo dari penonton menjadi background soundtrack yang mengiringi keluarnya saya dari lapangan malam itu..

Walaupun dalam konferensi pers setelah pertandingan kapten Uruguay Diego Lugano sempat mengatakan, jika menurut dia pemain Indonesia paling berbahaya adalah nomer 20. Akan tetapi itu sama sekali tidak merubah pendapat publik terhadap si nomer 20 itu sendiri, yaitu si tua pembawa sial untuk tim nasional Indonesia dan tidak pantas untuk tampil di Piala AFF 2010, yang akan di gelar 2 bulan kemudian..

Selama 11 tahun (Saat itu) saya membela tim nasional, ini adalah pertama kalinya saya mengalami peristiwa seperti ini. Jika hal tersebut terjadi di Kota Bandung misalnya, mungkin saya akan sangat memahaminya. Mengingat publik Bandung memang cukup membenci saya. Hal tersebut terjadi karena sebagai salah satu punggawa dari tim musuh bebuyutan Persib Bandung (Persija Jakarta), saya adalah pemain yang paling rajin mengoyak jala tim kesayangan mereka. Akan tetapi sangat disayangkan hal tersebut terjadi di Stadion Utama Gelora Bung Karno Jakarta, tempat yang notabene menjadi homebase tim nasional dan juga homebase tim yang saya bela yaitu Persija Jakarta, tentu hal tersebut sangat mengecewakan..

Sejujurnya saya sangat tepukul malam itu, tidak pernah terbayangkan hal tersebut akan terjadi menimpa diri saya. Maka senyum kecutpun mengiringi keluarnya saya dari lapangan hijau menuju bangku cadangan, malam itu. Selama sisa pertandingan di bangku cadangan, beberapa kali tanpa sadar saya sempat termenung. Saya masih cukup syok dengan apa yang baru saja terjadi..

Setelah pertandingan Ayah saya beberapa kali menghubungi saya melalui telephon, akan tetapi tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada ayah saya, saya memutuskan untuk tidak berbicara dulu dengan ayah saya malam itu. Dalam artikel (Late Show With Bambang Pamungkas - Agustus 2011) saya sempat menyebutkan, jika kritikus terpedas dalam karir saya adalah istri dan ayah saya sendiri. Maka dalam benak saya malam itu, saya merasa sangat tidak siap untuk berdiskusi mengenai permainan saya dengan Ayah saya. Ayah saya pasti akan banyak mengkritik saya, dan saya merasa tidak siap untuk beradu argumentasi mengenai  hal tersebut. Hal itulah yang mendasari keputusan saya untuk memilih tidak berbicara dahulu dengan ayah saya..

Karena keesokan harinya saya bersama tim nasional harus bergerak ke Bandung, untuk menjalani satu lagi pertandingan persahabatan, yaitu melawan Maladewa di Stadion Siliwangi. Maka malam itu pun saya habiskan untuk berdiskusi dengan Dewi istri saya, hingga larut malam. Mendengar saya di hujat penonton satu stadion, Dewi yang ketika itu juga berada di stadion sempat menangis. Dan untuk kesekian kalinya, malam itu Dewi meminta kepada saya untuk mundur dari tim nasional. Ketika itu saya sempat menyampaikan kepada Dewi bahwa ayah saya sempat menghubungi, akan tetapi saya tidak menjawabnya, karena merasa belum siap. Ketika itu Dewi berkata "Kenapa ngga diangkat, siapa tahu bapak ngga mengkritik tapi malah menyemangati", "Besok saja aku akan menghubungi bapak" jawab saya singkat..

Singkat cerita, keesokan harinya tim nasional pun bergerak dari Jakarta menuju Bandung. Dalam perjalanan menuju Bandung tersebutlah, saya merasa secara mental sudah cukup siap untuk berbicara dengan ayah saya. Setelah menarik nafas panjang beberapa kali, sayapun menekan nomer ponsel ayah saya, beberapa saat kemudian terdengar suara ayah saya dari seberang sana..

Dibawah ini adalah kurang lebih percakapan kami ketika itu:
Ayah: Hallo,, Assalamu alaikum.. 

Saya: Wa alaikum salam, semalam bapak telephon saya..?? Maaf pak lagi lumayan sibuk jadi tidak sempat angkat telephon bapak..

Ayah: Oh iya ngga apa-apa, semalam bapak hanya ingin bertanya kenapa bisa jadi begitu..?? Bambang Pamungkas yang semalam bapak lihat bukanlah Bambang Pamungkas yang ayah kenal selama ini..
Sayapun berkata dalam hati, "Nah mulai deh bla,, bla,, bla.. Sabar Bambang,, Sabaaarr"..

Saya: Iya pak lawannya juga Uruguay, susah sekali pak lawan mereka, ya harap dimaklumi lah kalo saya banyak bikin salah, apalagi saya main di posisi baru..

Ayah: Ya,, ya,, ya,, kamu memang beberapa kali melakukan kesalahan yang cukup mendasar, akan tetapi terlepas dari itu semua kamu juga berandil besar dalam terjadinya gol Boaz. Menurut bapak permainanmu tidak jelek..

Ucapan ayah saya tersebut membuat saya cukup terperanjat, bukan sebuah kebiasaan ayah saya memberikan pujian atau memberi penilaian positif dalam permainan saya. Sejurus kemudian ayah sayapun melanjutkan perkataannya..

Ayah: Apa yang bapak maksud bukan permainanmu..
Saya: Jadi..?? (Kata saya dengan nada penuh tanya)
Ayah: Akan tetapi perilakumu..
Saya: Haahh..?? Prilaku saya pak..?? (Tanya saya semakin heran)
Ayah: Mengapa saat kamu di ganti dan keluar lapangan kamu tidak mengucapkan terima kasih kepada penonton yang hadir di stadion..??

Saya sangat terkejut mendengar kalimat ayah saya tersebut dari seberang sana. Memang betul semalam ketika di ganti saya memang hanya berjalan lurus tanpa bertepuk tangan tanda terima kasih atas dukungan penonton yang hadir di stadion. Beberapa saat kemudian sayapun lanjut berkata dengan sedikit geram..

Saya: Bagaimana saya mau berterima kasih pak, sedang sepanjang pertandingan mereka menghujat saya. Wajarlah jika saya kecewa..

Ayah: Kamu pikir kamu pantas melakukan itu..??

Saya: Iya pak. Anak-anak ABG itu tidak mengerti, ketika mereka baru belajar berbicara dan mengeja kata G-O-L, saya sudah mencetak gol untuk Merah-Putih pak. Ini pertama kali sepanjang 11 tahun saya bermain untuk tim nasional dan ini bermain di Jakarta, lain cerita jika main di Bandung pak.. (Cerocos saya membela diri)

Ayah: Kamu pikir mereka akan peduli dengan apa yang kamu lakukan 2, 3, 5 atau 11 tahun yang lalu..?? Yang mereka tau adalah sekarang, bukan kemarin, minggu lalu apalagi tahunan yang lalu..

Saya: Tapi setidaknya mereka bisalah pak untuk sedikit menghargai saya..

Ayah: Ooooo,, kamu salah kaprah Mbang..

Saya: Maksud bapak..?? (Tanya saya dengan nada heran)

Ayah: Terlepas dari apapun teriakan mereka, kamu dan seluruh pemain harus tetap menghargai mereka, karena mereka datang ke stadion pasti dengan tujuan untuk mendukung kalian. Dan apapun alasannya kalian harus berterima kasih kepada mereka..

Seketika sayapun terdiam, kalimat ayah saya tersebut tepat menghujam ke relung hati saya yang paling dalam..

Ayah: Apalagi kamu adalah kapten sekaligus pemain paling senior dalam tim nasional, seharusnya kamu memberikan contoh yang baik bukan malah melecehkan penonton seperti itu..

Saya: Tidak ada sedikitpun niatan saya untuk melecehkan penonton pak, lagipula saya rasa tindakan saya semalam cukup wajar, dan saya rasa mereka juga tidak peduli pak.. (Jawab saya membela diri dengan bibir sedikit bergetar)

Ayah: Mereka mungkin tidak peduli, akan tetapi bapak peduli..

Saya: Jujur saya syok pak dan tidak tahu harus berbuat apa, saya merasa belum siap menghadapi situasi seperti semalam..

Ayah: Sepakbola itu tentang "Menghargai". Menghargai diri sendiri, menghargai teman, menghargai lawan, menghargai penonton dan juga menghargai permainan sepakbola itu sendiri secara utuh..

Saya: Iya pak, saya mengerti..

Ayah: Apalagi besok lawan Maladewa main di Bandung, bermain baguspun kamu pasti tetap di dicaci-maki, apalagi jika tampil buruk. Lupakan itu semua, mereka tetaplah pendukung Indonesia, hanya saja mungkin tengah mendukung dengan cara yang sedikit berbeda. Bapak tidak mau hal semalam terjadi lagi, bapak akan melihat dari layar TV..

Dan sekali lagi, saya hanya mampu berkata "Iya pak, saya mengerti"..

Hari itu 9 Oktober 2010, sisi emosional saya sebagai pemain sepakbola benar-benar di sentuh, mental saya sebagai pemain yang sudah satu dekade berlabel tim nasional disentil dan loyalitas saya terhadap profesi yang sangat saya cintai pun serasa tertampar. Bak seorang petinju yang menerima sebuah uppercut telak, saya pun tak berdaya menopang berat badan saya sendiri dan pada akhirnya roboh tersungkur menyentuh lantai, dengan sangat kerasnya..

Beberapa waktu yang lalu saya sempat menulis demikian di akun Twitter saya:
@bepe20: Tahapan perjalanan karir seorang Pesepakbola: Debut --» Hah, Hei, Nah, Yeah, Wohoo, Mmm, Argh, Boo diakhiri dgn Tepuk Tangan --» Pensiun..
Maksud Tweet diatas akan coba saya perjelas sebagai berikut:
# Hah - Hah siapa ini..??
# Hei - Hei ini yang kemarin ya..??
# Nah - Nah ini dia nih..
# Yeah - Yeah that's my man..
# Wohoo - Wohoo he did it again..
# Mmm - Mmm kok gini sih..?? Ayo coba lagi..!!
# Argh - Argh gimana sih, bego amat..!!
# Boo - Booooo dia lagi-dia lagi, udah bisa diganti kaleeeee..!!

Tahapan-tahapan dimana seorang pemain sepakbola akan memulai debutnya, mulai dikenal dan menyita perhatian publik, menjadi idola dan dipuja-puja masyarakat, mulai diragukan dan diperdebatkan, hingga di caci maki serta pada akhirnya harus pensiun..

Sebuah tatanan proses yang menurut saya suka-tidak suka, rela-tidak rela dan ihklas tidak ihklas harus dilewati. Di butuhkan mental yang kuat untuk dapat melewati tahap demi tahap dengan mulus, baik di awal meniti karir, saat menjadi idola dan di Agung-agungkan, apa lagi ketika mulai di ragukan seta di caci-maki. Saya sendiri cukup paham dan sadar betul dengan kenyataan yang saya atau lebih tepatnya kami harus hadapi.

Dan sejujurnya kita tidak pernah dapat menyalahkan mereka para suporter. Mereka tidak akan pernah peduli dengan bertambahnya usia, kekuatan otot yang mulai berkurang, menurunnya stamina sehingga membuat akurasi dan determinasi secara otomatis juga tereduksi. Hal yang mereka pedulikan hanyalah penampilan terbaik dan hasil terbaik dalam setiap kesempatan. Dan sayangnya mereka memang berhak untuk berlaku demikian..

Dalam sebuah kehidupan, terkadang kenyataan memang tak seindah apa yang kita ingin dan bayangkan. Terlepas dari kegagalan demi kegagalan, kesalahan demi kesalahan, kebodohan demi kebodohan serta kekalahan demi kekalahan yang terjadi dalam karir saya, saya merasa sangat bangga dengan pencapaian saya sejauh ini. Karena setidaknya, saya telah mengahabiskan hari demi hari selama 12 tahun karir saya untuk selalu berusaha menjadi lebih baik..

Terkadang saya  merasa kasihan kepada banyak orang di luar sana, yang menghabiskan waktu dan energi mereka hanya untuk menunggu, mencari serta pada akhirnya menghakimi kesalahan-kesalah yang diperbuat oleh orang lain. Terkadang saya berpikir, mengapa orang-orang tersebut tidak melakukan sesuatu untuk diri mereka sendiri,nuntuk kebanggan mereka sendiri, untuk kelangsungan hidup mereka sendiri dan juga untuk harkat dan martabat mereka sendiri..

"Setiap orang yang berusaha dan bekerja keras, suatu saat pasti akan melakukan kesalahan. Sedangkan mereka yang hanya duduk berdiam diri serta berpangku tangan, tidak akan pernah melakukan kesalahan"

Karena harus di ingat, definisi kesuksesan yang sebenarnya bukan berada pada penilaian dari orang-orang di luar sana, melainkan berada pada sejauh mana kita mampu memaksimalkan potensi pada diri kita untuk mampu mencapai sesuatu, dan hal tersebut hanya dapat dinilai oleh diri kita sendiri bukan orang lain. Karena pada akhirnya yang paling mengerti diri kita adalah diri kita sendiri. Demikian halnya yang paling mengerti sajuh mana potensi yang ada pada diri kita, jugalah diri kita masing-masing..

Maka mari bekerja keras untuk mencapai sesuatu, bukan untuk mengalahkan orang lain. Karena mungkin saja pada sebuah tahab, kita sudah mampu mengalahkan orang lain. Dan ketika kita sudah merasa puas dengan hal tersebut, maka kita hanya akan berhenti sampai disana saja. Padahal mungkin dengan potensi yang kita miliki, kita mampu melangkah lebih jauh lagi, bukan hanya sekedar mengalahkan orang tersebut. Jangan pernah terbelenggu dengan sifat iri, dengki, keki, benci serta dendam terhadap seseorang. Karena sejatinya hal tersebut hanya akan membatasi potensi serta ruang gerak kita untuk berkembang dan menjadi jauh lebih baik dari siapa diri kita saat ini..

"If I was able to walk upright under the blazing sun.. Then I should be able to do the same in the swiftness of rain.."

Karena, jika saya mampu berjalan tegak dengan senyum mengembang saat berada di puncak kesuksesan. Maka saya juga harus mampu, untuk berjalan tegak dengan senyum di bibir (Walau dengan sedikit kecut) saat saya berada pada tahapan sulit dalam karir saya. Karena itulah hidup, roda itu akan selalu berputar..

Mungkin pada saat ini, karir saya sudah pada tahap "Argh" atau mingkin malah "Booooo", akan tetapi yakinlah jika saya akan terus berusaha keras sekuat tenaga untuk berusaha membuat kalian semua sedikit tersenyum disela-sela teriakan "Argh" atau malah "Booooo" tersebut. Hal tersebut saya lakukan bukan untuk kalian, sama sekali bukan untuk kalian. Hal tersebut saya lakukan untuk kepuasan pribadi saya sendiri..

Dalam tahapan karir saya saat ini, saya tidak merasa perlu untuk membuktikan apapun kepada siapapun. Semua yang saya lakukan dan kerjakan saat ini, adalah murni karena pekerjaan dan kecintaan saya terhadap profesi saya tersebut, tidak lebih dan tidak kurang. Satu hal yang selalu ingin saya teriakan kepada kalian semua di luar sana, adalah:

Hey...!! My name is Bambang Pamungkas and "I Live For This SH*T"...!!!

Selesai..





Dikutip dari "http://bambangpamungkas20.com/bepe/baca/artikel/umum/2011/12/25/114/i-live-for-this-sh-t#.UWnAfUohH9A"

No comments:

Post a Comment