Penulis: Endar Wahyuni
Ini hanya
selarik rindu pada cerita-cerita minggu sore yang pernah kita tulis. Yang
pernah kita rangkai apik baris demi baris hingga paragraf terakhir. Lalu, kita
tutup dengan membubuhkan titimangsa pada bagian yang masih putih. Begitu
seterusnya. Cerita kita terus mengalir mengikuti musim yang terus silih
berganti.
Tapi, ini
hanya selarik rindu seperti yang kukatakan sejak awal. Karena aku sudah kehabisan
tinta untuk menuliskan cerita kita. Buku yang kosong pun hampir menjadi bubur
terguyur hujan sejak kemarin sore. Untung saja buku yang sudah penuh coretan
tentang kita semalam berada dalam dekapanku. Jadi, dia masih utuh menyimpan
kenangan tentang kisah yang tak ‘kan terulang.
“Mbak?”
panggil May seraya menepuk bahuku.
Aku tersentak
kaget. Buru-buru kulepaskan headset
yang menempel di kedua kupingku.
“Heh, ngagetin
aja. Ada apa?” tanyaku sedikit memonyongkan bibir.
“Yeee... orang
dipanggil-panggil dari tadi nggak denger. Kirain nulis apaan serius banget,
rupanya sambil dengerin musik.”
“Eh, iya,
maaf. Ada apa, May?” Kulembutkan nada bicaraku.
“Mbak Tita
galau, ya? Pasti gara-gara cowok." May tidak menjawab pertanyaanku, malah gantian bertanya.
“Enggak, kok.
Ada apa, sih? Kalau nggak jadi ngomong aku pasang headset lagi, nih!” ancamku.
“Tadi, sih,
pengen pinjam laptopnya. Cuma, Mbak Tita sepertinya sibuk nulis, ya. Terus
kelihatan sendu banget gitu. Kenapa, Mbak?”
Aku tak
menjawab pertanyaannya. Hanya sejenak mendongak padanya lalu kembali meneruskan
tulisanku yang kurasa tinggal sedikit lagi selesai. Supaya May bisa segera
menggunakan laptopku juga. Sementara May, kulihat dia akhinya memilih mengambil
posisi duduk di sampingku. Aku tak memedulikannya.
“Ini hanya
selarik rindu pada cerita-cerita minggu sore yang pernah kita tulis. Yang
pernah kita rangkai apik baris demi ba...”
“Apa-apaan,
sih?!” potongku jengkel karena May sengaja membaca tulisanku keras-keras.
“Cie...
galau... cie...,” ledeknya. “Pasti lagunya juga galau, tuh,” lanjutnya seraya
merebut headset---yang sengaja tak
kupakai lagi---yang kuletakkan di pangkuanku.
Kubiarkan saja
dia. Aku hanya tersenyum kecil ketika melihatnya mencoba mendengarkan musik
dari laptopku. Kepalanya sedikit dimiringkan, mungkin dia ingin mendengar lebih
jelas lagi. Maklum, yang diambilnya hanya headset yang sebelah kanan saja.
“Kok?”
tanyanya dengan raut wajah kebingungan.
“Makanya,
kalau baca itu sampai akhir, biar tahu isinya apa.”
Kucopot
headset dari laptopku. Lalu, kukeraskan volumenya. Terdengar suara penyanyi
cilik Sulis mengalun merdu membawakan lagu-lagu dalam album ‘Cinta Rasul’. Aku
kembali cengengesan melihat May yang masih kelihatan sedikit bingung. Lalu,
dibacanya kembali tulisan yang sengaja ingin kuposting di blog pribadiku. Kali
ini, aku tahu dia membacanya hingga akhir.
“Oh....” May
mengangguk-angguk.
“Cocok, kan,
isi tulisan sama lagunya?” tanyaku sambil sedikit mencibirkan bibir.
May mendelik
kesal. Kali ini giliran dia yang galau gara-gara salah mengira. Sementara, bayangan anak-anak kecil berkopiah dan atau berjilbab kembali menggelantung dalam ingatanku. Menabur rindu yang tiada terkira. Rindu pada masa-masa bersama mereka.
JOG, En-010215
Lihat juga Flash Fiction lainnya di sini
No comments:
Post a Comment