Jakarta
(ANTARA News) - Penerapan pajak bandara yang digabung ke dalam harga tiket (PSC
on ticket) kembali mundur, yakni mulai Maret dari awalnya Januari 2015,
kata Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perhubungan Bambang Tjahtjono.
"PSC
on ticket kalau kita aturannya 1 Januari itu harus, tapi toleransi hingga 1
Maret," kata Bambang Tjahtjono saat ditemui di Kementerian Perhubungan,
Jakarta, Selasa.
Bambang
menjelaskan pengunduran hingga 1 Maret 2015 itu untuk memberikan toleransi
kepada sejumlah maskapai yang masih mengoordinasikan dengan pengelola bandara,
yakni Angkasa Pura I dan II.
Dia
mengatakan pengunduran waktu penerapan juga diminta oleh sejumlah maskapai
asing yang masih membahas masalah teknis dengan AP I dan II.
"Maskapai
asing juga meminta pertimbangan karena mereka juga perlu penyesuaian
sistem," katanya.
Pasalnya,
lanjut dia, maskapai asing telah menggunakan sistem global "international
air transport association (IATA), namun maskapai nasional masih
mempertimbangkannya secara "business to business" (B to B) dengan AP
I dan II.
Sementara,
untuk bandara unit pelaksana teknis (UPT) menggunakan sistem pembelian kupon
untuk masing-masing maskapai.
Bambang
menegaskan kepada maskapai untuk segera menerapkan penyatuan pajak bandara ke
dalam harga tiket, meskipun dalam peraturannya, yakni Peraturan Ditjen
Perhubungan Udara Nomor 447 Tahun 2014 tidak ada sanksi karena sifatnya yang
"B to B".
"Semua
harus setuju, enggak ada yang enggak mau, harus," katanya.
Sementara
itu, Sekretaris Dirjen Perhubungan Udara Djoko Murdjatmodjo sebelumnya
mengatakan pembahasan terkait penyatuan pajak bandara dengan tiket telah
dibahas sejak sekita enam bulan lalu, namun kembali mundur.
"Itu
sudah lama, enam bulan yang lalu kita kumpulkan semua airline dengan AP.
Sekarang kita sudah menginstruksikan, jadi tinggal B to B antara AP dengan
airlines," katanya.
Menteri
perhubungan Ignasius Jonan akan memaksa bagi setiap maskapai untuk menerapkan
pajak bandara dalam tiket sebagai implementasi standar pelayanan minimum kepada
penumpang.
"Mau
enggak mau ya harus mau, masa kalah sama KRL (kereta commuter line), kalau
enggak mau ya dipaksa," katanya.
Ketua
Umum Perhimpunan Perusahaan Penerbangan Sipil Indonesia (Inaca) Arif Wibowo
menyepakati pemberlakuan pajak bandara harus sesuai dengan standar Iata.
"PSC
(pajak bandara), sepakat ada tiga hal, yang pertama itu harus standar IATA
karena yang terbang ke bandara kita tidak hanya domestik, maskapai luar juga
seperti Singapore Airline," katanya.
Namun,
dia mengatakan terdapat sejumlah hal yang masih dibahas, yakni terkait
pembayaran, apabila mengacu standar IATA, pajak disetorkan kepada AP I dan II
dalam jangka waktu tiga minggu.
"Ini
yang harus disepakati dulu, kami harus bertemu Pak Dirjen Perhubungan Udara
untuk disepakati berapa hari idealnya," katanya.
Ketiga,
untuk bandara unit pelaksana teknis (UPT), diberlakukan pembelian tiket oleh
maskapai yang akan dibayarkan oleh penumpang pada saat "check-in".
Pasalnya,
lanjut dia, pajak bandara di bandara UPT masuk ke dalam PNBP yang harus disetor
ke dalam kas negara 1x24 jam, apabila tidak, maka diindikasikan bentuk pidana
korupsi.
Sementara,
pajak bandara bukan UPT artinya dikelola oleh Angkasa Pura I dan II, memiliki
mekanisme berbeda, penyerahan pajak tersebut tidak masuk ke dalam PNBP, jadi
batas waktu penyerahan pajak kepada pengelola tergantung kesepakatan, tidak
harus 1x24 jam.
Editor: Desy
Saputra
Sumber:
- http://www.antaranews.com/berita/468301/penerapan-pajak-bandara-diundur-maret-2015
- gambar diambil dari google
No comments:
Post a Comment