Kicau burung membangunkan pagi. Seiring ocehmu yang begitu
nyaring membuyarkan mimpi. Dengan mata panda aku menggeliat, memamerkan bibir
manyunku. “Hahaha, sampai jam berapa semalam ‘kau menangis?” Ah... lagi-lagi
kau terus menggoda. Aku hanya tersenyum manja. Masih kuingat jelas, semalam
tangisku tumpah karenamu. Dan pagi ini, ‘kau sudah datang memamerkan gigi
rapimu. Kita nikmati bersama pagi ini. Tawamu renyah menggoda. Selidik matamu
membuatku harus membenamkan mukaku. Aku hanya takut kegundahanku masih
kaulihat. Walau sebenarnya aku yakin ‘kau pun tahu. Ya... jam demi jam mampu
kita habiskan. Dengan berbicara ini dan itu, sana dan sini tanpa letih.
Brekk! Suara pick up yang entah ada apa di luar sana
menyadarkanku. Ternyata kicau burung itu hanya ingatanku. Sedang saat ini
matahari hendak singgah ke peraduannya. Kau pasti tahu, aku masih mengurung
diri di kamar. Meringkuk memeluk guling yang ternyata sudah basah. Di luar,
kudengar kau tengah bersemangat mempersiapkan kepindahanmu. Ribut-ribut aku
hiraukan. Sengaja. Aku enggan menemuimu, apalai membantumu. Kau terlalu jahat. Meninggalkanku
bersama sepi yang sudahmenanti di ujung pintu. Sudah kubilang berkali-kali, aku
bakal sulit melewati masa-masa setelah ini. Tapi, aku pun tahu, tak ada alasan
bagimu ‘tuk tetap tinggal di sini, di hunian sejuta kenang kita.
Dor... dor... dor...!!!
‘Kau menggedor pintuku. Aku diam. ‘Kau masih memaksa. Ah...,
rupanya kau tahu aku benar-benar tak terlelap. Aku hanya takut melepas
punggungmu yang kian lenyap nantinya.
“Pamit,” kaubilang dari luar pintu. Kudengar langkahmu
semakin menjauh. Semakin hilang ditelan jarak. Aku tak sanggup!
“Hati-hati, ya!” Kudekap erat dirimu, bersama tangis yang
semakin buncah. Aku melepasmu bersama senja yang kian menua.
JOG, En-251014
No comments:
Post a Comment