Tulisan ini dikutip dari ikutikutan.com yang di
posting kembali tanpa ada sedikitpun perubahan baik alur cerita, nama
tokoh, kosakata, maupun tanda baca. Buat kalian para Suami, para Istri
maupun para calon Suami iItri, perlu kalian tau bahwa ini adalah satu
kisah 'tragis' dalam kehidupan berumah-tangga. Saya yakin kalian nanti
pasti akan menyesal dan terpaksa membaca ulang dari awal jika
melewatkan satu kalimat saja dalam kisah yg saya tulis ini.
Semuanya berawal dari sebuah rumah mewah di pinggiran desa, yg mana hiduplah disana sepasang suami istri, sebut saja Pak Andre dan Bu Rina.
Pak
Andre adalah anak tunggal keturunan orang terpandang di desa itu,
sedangkan Bu Rina adalah anak orang biasa. Namun demikian kedua orang
tua Pak Andre, sangat menyayangi menantu satu-satunya itu. Karena selain
rajin, patuh dan taat beribadah, Bu Rina juga sudah tidak punya
saudara dan orang tua lagi. Mereka semua menjadi salah satu korban
gempa beberapa tahun yg lalu.
Sekilas orang
memandang, mereka adalah pasangan yg sangat harmonis. Para tetangganya
pun tahu bagaimana mereka dulu merintis usaha dari kecil untuk mencapai
kehidupan mapan seperti sekarang ini. Sayangnya, pasangan itu belum
lengkap.
Dalam kurun waktu sepuluh tahun usia pernikahannya, mereka belum juga dikaruniai seorang anakpun. Akibatnya Pak Andre putus asa hingga walau masih sangat cinta, dia berniat untuk menceraikan sang istri,
yg dianggabnya tidak mampu memberikan keturunan sebagai penerus
generasi. Setelah melalui perdebatan sengit, dengan sangat sedih dan
duka yg mendalam, akhirnya Bu Rina pun menyerah pada keputusan suaminya
untuk tetap bercerai.
Sambil menahan perasaan yg tidak
menentu, suami istri itupun menyampaikan rencana perceraian tersebut
kepada orang tuanya. Orang tuanya pun menentang keras, sangat tidak
setuju, tapi tampaknya keputusan Pak Andre sudah bulat. Dia tetap akan
menceraikan Bu Rina.
Setelah berdebat cukup lama dan alot, akhirnya dengan berat hati kedua orang tua itu menyetujui perceraian tersebut dengan satu syarat,
yaitu agar perceraian itu juga diselenggarakan dalam sebuah pesta yg
sama besar seperti besarnya pesta saat mereka menikah dulu.
Karena tak ingin mengecewakan kedua orang tuanya, maka persyaratan itu pun disetujui.
Beberapa
hari kemudian, pesta diselenggarakan. Saya berani sumpah bahwa itu
adalah sebuah pesta yg sangat tidak membahagiakan bagi siapapun yg
hadir. Pak Andre nampak tertekan, stres dan terus menenggak minuman
beralkohol sampai mabuk dan sempoyongan. Sementara Bu Rina tampak terus
melamun dan sesekali mengusap air mata nelangsa di pipinya.
Di sela mabuknya itu tiba-tiba Pak Andre berdiri tegap dan berkata lantang,
"Istriku,
saat kamu pergi nanti... ambil saja dan bawalah serta semua barang
berharga atau apapun itu yg kamu suka dan kamu sayangi selama ini..!"
Setelah berkata demikian, tak lama kemudian ia semakin mabuk dan akhirnya tak sadarkan diri.
Keesokan
harinya, seusai pesta, Pak Andre terbangun dengan kepala yg masih
berdenyut-denyut berat. Dia merasa asing dengan keadaan
disekelilingnya, tak banyak yg dikenalnya kecuali satu. Rina istrinya,
yg masih sangat ia cintai, sosok yg selama bertahun-tahun ini menemani
hidupnya.
Maka, dia pun lalu bertanya,
"Ada dimakah aku..? Sepertinya ini bukan kamar kita..? Apakah aku masih mabuk dan bermimpi..? Tolong jelaskan..."
Bu Rina pun lalu menatap suaminya penuh cinta, dan dengan mata berkaca dia menjawab,
"Suamiku...
ini dirumah peninggalan orang tuaku, dan mereka itu para tetangga.
Kemaren kamu bilang di depan semua orang bahwa aku boleh membawa apa
saja yg aku mau dan aku sayangi. Dan perlu kamu tahu, di dunia ini
tidak ada satu barangpun yg berharga dan aku cintai dengan sepenuh hati
kecuali kamu. Karena itulah kamu sekarang kubawa serta kemanapun aku
pergi. Ingat, kamu sudah berjanji dalam pesta itu..!"
Dengan
perasaan terkejut setelah tertegun sejenak dan sesaat tersadar, Pak
Andre pun lalu bangun dan kemudian memeluk istrinya erat dan cukup lama
sambil terdiam. Bu Rina pun hanya bisa pasrah tanpa mampu membalas
pelukannya. Ia biarkan kedua tangannya tetap lemas, lurus sejajar dengan
tubuh kurusnya.
"Maafkan aku istriku, aku
sungguh bodoh dan tidak menyadari bahwa ternyata sebegitu dalamnya
cintamu buat aku. Sehingga walau aku telah menyakitimu dan berniat
menceraikanmu sekalipun, kamu masih tetap mau membawa serta diriku
bersamamu dalam keadaan apapun..."
Kedua
suami istri itupun akhirnya ikhlas berpelukan dan saling bertangisan
melampiaskan penyesalannya masing-masing. Mereka akhirnya mengikat janji
(lagi) berdua untuk tetap saling mencintai hingga ajal memisahkannya.
Yup... till death do apart..! Subhanallah...#.#.#
Tahukah kalian, apa yg dapat kita pelajari dari kisah di atas?
Kalau menurut Kang Sugeng sih begini, tujuan utama dari sebuah pernikahan itu bukan hanya untuk menghasilkan keturunan, meski diakui mendapatkan buah hati itu adalah dambaan setiap pasangan suami istri, tapi sebenarnya masih banyak hal-hal lain yg juga perlu diselami dalam hidup berumah-tangga.
Untuk itu rasanya kita perlu menyegarkan kembali tujuan kita dalam menikah yaitu peneguhan janji sepasang suami istri untuk saling mencintai, saling menjaga baik dalam keadaan suka maupun duka. Melalui kesadaran tersebut, apapun kondisi rumah tangga yg kita jalani akan menemukan suatu solusi. Sebab proses menemukan solusi dengan berlandaskan kasih sayang ketika menghadapi sebuah masalah, sebenarnya merupakan salah satu kunci keharmonisan rumah tangga kita.
"Harta dalam rumah tangga itu bukanlah terletak dari banyaknya tumpukan materi yg dimiliki, namun dari rasa kasih sayang dan cinta pasangan suami istri yg terdapat dalam keluarga tersebut. Maka jagalah harta keluarga yg sangat berharga itu..!"
No comments:
Post a Comment