Tuesday, August 25, 2015

Soal Rindu yang Lain

Penulis: Endar Wahyuni



Pada akhirnya semua memang harus berakhir. Semua rangkaian cerita yang pernah kutulis bersama pagi, kubacakan pada siang, kurekam saat sore datang, lalu kuceritakan kembali ketika senja membara. Semua telah terangkum manis dalam malam-malam yang penuh tawa, tangis, kecewa, bahagia, hingga berujung pada sesaknya rindu.

“Semuanya sudah diatur. Kamu, aku, atau mereka tidak pernah pergi untuk meninggalkan.” Nisa menghela napas sejenak, sebelum akhirnya dia melanjutkan lagi ucapannya, “Inilah kehidupan, Re. Waktu akan terus berjalan dan kamu harus pula mengikuti gerak langkahnya. Aku tahu kamu pasti akan merindukan semuanya. Tapi, bukankah ada kehidupan baru yang mesti dijalani?”

Aku mengangguk sambil melirik perutnya yang semakin membesar. “Kamu menikmatinya?” tanyaku penasaran.

“Iya,” jawabnya berbinar, “Aku menikmati semua rasa nano-nano itu. Persis seperti perjalanan kita dulu---pahit, asam, asin, manis.”

“Pernahkah kamu merindukan kita yang dulu?” Sekali lagi aku bertanya, kali ini dengan mata yang mulai sembab.

Nisa hanya terlihat menghela napas panjang lalu memandangku lekat-lekat. Aku mengangkat bahuku seolah bertanya ‘adakah yang salah dengan pertanyaanku barusan?’. Lantas kubalas tatapannya seiba mungkin, berharap dia segera memberiku jawaban.

“Re, kenapa jadi galau gini, sih? Ini hanya soal kecil. Ayolah! Semua harus berjalan sebagaimana mestinya. Aku tahu kamu sangat mencintai masa lalumu. Tapi, ini hidup, Re... please!”

“Nisa, pernahkan kamu merindukan masa-masa itu?” Kuulangi lagi pertanyaanku.

“Oke, oke, aku jawab. Pernah. Sering malah. Apalagi pas melihat ‘moment-moment’ di mana itu sangat mengingatkanku tentang kebersamaan di masa lalu. Tapi, yang perlu kau tahu, bahwa rasa rindu ini bukan menandakan sebuah kesedihan atau kepiluan. Namun sepenuhnya adalah tentang kebahagiaan, kangen yang menggelitik. Membuat kita sering kali tersenyum sendiri.”

“Aku menyayanginya, Nisa,” rengekku.

“Aku yakin kamu juga sangat menyayangi lelaki yang menemanimu sekarang. Sudah jangan galau, deh. Kaya’ ada masalah besar aja. Tidurlah, Reina! Besok hari pernikahanmu,” tukas Nisa seraya merapikan kembali bingkai demi bingkai foto. Benda yang merangkum segala perjalananku dengannya, dengan teman-teman lainnya, dengan anak-anak asuhanku, dengan teman-teman berbagai organisasiku, juga dengan teman-teman kerjaku. Benda yang kupercaya untuk menyimpan semua cerita ini sebaik mungkin karena mulai besok pagi semua akan kutinggalkan. Membiarkannya singgah rapat dalam ingatan, pengalaman, dan kenangan sebuah kebersamaan.


JOG, En-25081



Lihat juga Flash Fiction lainnya di sini