Penulis: bepe, 22 October 2011
Setelah bermain selama dua musim di Malaysia bersama Selangor
FC, pada musim 2007/2008 akhirnya saya memutuskan untuk kembali ke
Indonesia dan bermain kembali bersama Persija Jakarta. Persija Jakarta
adalah satu-satunya klub profesional yang saya bela selama bermain di
Liga Indonesia sampai dengan saat ini.
Persija Jakarta adalah sebuah klub yang memiliki
kesan sangat mendalam dalam perjalanan karier saya. Di klub ini saya
mengalami banyak sekali kejadian-kejadian baik suka maupun duka. Saya
pernah merasa bahagia, tersenyum, sedih, menangis hingga depresi di klub
ibu kota ini.
Bersama Persija Jakarta saya pernah meraih
gelar juara, pencetak gol terbanyak, pemain terbaik, pemain muda
terbaik, mengalami cedera panjang karena patah kaki, hingga depresi.
Semua pernah saya alami di sini. Bahkan di musim 2002/2003, saya juga
pernah mengalami ancaman pembunuhan dari salah satu suporter Persija,
The Jakmania, melalui telepon. Kala itu, suporter tersebut merasa sangat
kecewa dan keberatan dengan rumor kepindahan saya ke klub lain.
Mengenai peristiwa tersebut nanti akan saya ceritakan dalam kesempatan
yang berbeda.
Singkat cerita, pada putaran kedua musim 2007
karena masalah teknis, Persija melakukan pergantian kapten tim. Saat itu
saya ditunjuk menjadi kapten baru menggantikan Javier Rocha yang hijrah
ke klub lain. Awalnya saya menolak karena saya pikir masih ada pemain
lain yang lebih layak untuk menjabat kapten tim selain saya, yaitu Ismed
Sofyan.
Menurut pendapat saya, Ismed lebih berhak karena
dia sudah bermain selama 4 tahun berturut-turut di klub ini. Sedangkan
saya, memang bukan wajah baru di tim ini, karena saya sudah bermain
selama 6 tahun disini sebelum memutuskan hijrah ke Selangor FC, tetapi
dengan status sebagai pemain yang baru kembali memperkuat tim ini, saya
merasa kurang layak jika saya menjabat kapten tim saat itu.
Akan tetapi, dengan berbagai alasan ketika itu
Ismed menolak jabatan tersebut. Dan jajaran pengurus pun akhirnya
memutuskan untuk menunjuk saya sebagai kapten tim, dan Ismed Sofyan
sebagai wakil kapten. Maka jadilah saya kapten Persija Jakarta untuk
yang kedua kalinya setelah sempat menjabat beberapa kali di tahun
2003/2004. Dan jabatan itu sendiri masih saya pegang sampai dengan saat
ini.
Sebagai kapten dan wakil, maka kamipun aktif
berubungan dengan pihak kepengurusan mengenai segala permasalahan yang
terjadi di dalam tim. Biasanya kami berhubungan dengan Bapak I.G.K.
Manila yang saat itu menjabat sebagai manajer tim. Beberapa kali, kami
juga berdiskusi dengan pengelola tim yaitu Bapak Haryanto Badjoeri.
Tetapi, dalam keseharian kami lebih sering berdiskusi dengan Engkong,
panggilan akrab kami kepada Pak Manila.
Dalam golongan pemain bola, mungkin saya dapat
dikategorikan dalam kelompok orang-orang yang cukup usil atau jahil,
terutama terhadap sahabat-sahabat saya sendiri. Pada suatu ketika, entah
mengapa tiba-tiba terlintas di benak saya untuk berbuat usil kepada
Ismed Sofyan, teman sekamar saya.
Dalam kesehariannya, Ismed sofyan merupakan pribadi
yang cukup serius dan tidak banyak berbicara. Akan tetapi bukan berarti
Ismed tidak dapat bercanda, walaupun memang tidak semua orang mampu
membuat manusia yang satu ini untuk tertawa.
Saya pertama mengenal Ismed saat ada kejuaraan antar Diklat di Salatiga pada pertengahan tahun
1996. Saat itu seharusnya saya juga turut bermain dalam kejuaraan
tersebut, akan tetapi karena nomor induk anggota Diklat saya masih dalam
proses, maka dengan berat hati saya tidak dapat bermain dan harus rela
menjadi penonton. Karena masalah tersebut, akhirnya saya mendapatkan
tugas baru dari pelatih Diklat Salatiga ketika itu Mas Haryadi (Sekarang
menjadi pelatih Persiba Balikpapan), yaitu menjadi fotografer sekaligus
tukang bawa air minum untuk tim Diklat Salatiga.
11 tahun sudah saya mengenal manusia satu ini (1996
- 2007), oleh karena itu sedikit banyak saya tahu betul dengan sifat
dari sahabat saya tersebut. Suatu ketika saat kami sedang makan siang di
sebuah hotel di Makassar, saya menemukan ponsel Ismed terjatuh di
lantai ruang makan, maka dengan segera sayapun menyelamatkan,
menyembunyikan mungkin kata yang lebih tepat, alat komunikasi tersebut.
Niat awal saya yang hanya ingin menyembunyikannya
saja tiba-tiba berubah ke arah yang lebih jahil lagi. Saya mengubah
salah satu nomor telepon saya, Ismed mempunyai dua nomor ponsel saya di
memori ponselnya, dengan nama presiden klub kami yaitu Bapak Harianto
Bajoeri. Agar ketika saya sms atau tlp yang keluar adalah nama beliau
hehehehe.
Setelah selesai mengubahnya, maka dengan memasang
raut muka baik hati sayapun mengembalikan ponsel tersebut kepada Ismed
sambil berkata, "Nih HP lo tadi jatuh, untung gue temuin tadi di ruang
makan, kalo ngga udah wassallam boss. “
Ismedpun menjawab: "Wah terima kasih, tumben lo
baik ama gue hehehe.” Dengan demikian, maka resmilah salah satu nomor
saya berganti nama menjadi Haryanto Bajoeri di ponsel Ismed hahahahaha.
Malam harinya saya mulai beraksi, malam itu kami
tengah asyik menonton sebuah acara TV. Secara sembunyi-sembunyi saya
mengirimkan sms yang berbunyi "Selamat malam, bagaimana keadaan tim?
baik-baik saja kan? Salam buat pemain yang lain.” Di tengah keseriusan
kami dalam menikmati acara TV, tiba-tiba Ismed beranjak dari posisi
tidurnya dan berbicara dengan nada setengah heran. Di bawah ini
kira-kira percakapan kami malam itu.
Ismed: “Eh eh Mbang, Pak Bajoeri sms gue nih.”
“Ah yang bener lo? Tumben amat Med. Ngomong apa Pak Bajoeri?” tanya saya dengan setengah menahan tawa.
Ismed: “Iya nih, gue juga kaget ada angin apa Bapak (Sebutan kami untuk Pak Bajoeri) sms gue.”
"Iya, apa Bapak bilang?” tanya saya dengan muka penasaran.
Ismed: “Bapak nanya keadaan tim, eh Bapak tahu nomor telepon lo ngga?”
Saya : “Tahu lah seharusnya, kan waktu itu ajudan Bapak minta nomor kita berdua.”
“Tapi, kenapa Bapak ngga sms lo ya, kenapa malah sms gue? Ismed bertanya dengan nada heran.
Saya : “Iya kan sama saja Med, toh kita sekamar juga.”
“Jadi gue harus gimana nih?” tanya Ismed lagi dengan muka yang sangat serius.
“Ya sampaikan saja apa yang terjadi di dalam tim,” jawab saya dengan muka sok tenang hehehe.
Ismed: “Ok-ok baik lah kalau begitu.”
Saat itu saya tengah tiduran di atas tempat tidur,
dengan posisi badan membelakangi Ismed. Ponsel sengaja saya sembunyikan
di bawah bantal dan dalam keadaan silent, sehingga tidak terdengar suara
apapun ketika Ismed membalas sms dari Bapak Bajoeri gadungan (Saya)
tersebut. Sesekali Ismed menanyakan apa kira-kira yang harus dia jawab
atas pertanyaan dari bapak. Melihat keseriusan dia dalam menanggapi sms
tersebut, beberapa kali sukses membuat saya kram perut karena menahan
tawa.
Sesekali di malam hari menjelang tidur, Bapak (atau
saya lebih tepatnya) mengirimkan sms yang berisi wejangan atau pesan
kepada Ismed Sofyan. Dalam sms itu tidak lupa saya juga menyampaikan
agar pesan saya tersebut disampaikan kepada Bambang, dan dilanjutkan
kepada seluruh anggota tim. Dan dengan seketika Ismed pun akan langsung
menyampaikan pesan tersebut kepada saya dengan raut muka yang sangat
serius hahahaha.
Agar tidak menjadi sesuatu yang aneh dan terkesan
janggal, maka sayapun beberapa kali menyampaikan pesan tersebut kepada
seluruh pemain, di saat akhir latihan sebelum do’a penutup. Saya harus
melakukan hal tersebut agar Ismed tidak curiga dengan skenario yang saya
buat. Sejujurnya saat berbicara di depan pemain, saya harus menahan
tawa yang luar biasa, akan tetapi setidaknya memberikan semangat kepada
tim bukanlah sebuah hal yang negatif bukan..?? walau sebenarnya wejangan
tersebut berasal dari saya sendiri.
Pernah suatu ketika, saya tidak mampu menahan tawa
ketika Ismed menemui saya dengan sedikit tergopoh-gopoh dan menyampaikan
jika ada sebuah sms dari Bapak. Melihat tingkah Ismed sayapun tertawa
terbahak-bahak. Melihat saya tertawa, reaksi Ismed ketika itu adalah
marah. Dia marah karena sebagai kapten tim saya dianggap tidak serius
dalam menanggapi sms dari Bapak. Ismed menganggap saya kurang peduli
dengan perkembangan tim ini. Melihat Ismed yang marah dengan alasan
demikian, tentu membuat tawa saya semakin keras saja.
Peristiwa tersebut membuktikan, jika Ismed adalah
seorang pribadi yang sangat serius dan bertanggung jawab dengan apapun
yang terjadi di dalam tim yang dia bela. Dan memang demikianlah adanya
seorang Ismed Sofyan yang saya kenal selama bertahun-tahun. Sepanjang
saya mengenal seorang Ismed Sofyan, dia adalah salah satu dari tidak
banyak pemain yang akan selalu memberikan kemampuan terbaiknya, baik
saat latihan apalagi dalam sebuah pertandingan. Ia juga sangat peduli
dengan keadaan yang terjadi di dalam tim. baik klub maupun tim nasional.
Komitmennya terhadap tim tidak akan pernah berubah dalam apapun
keadaannya.
Skenario itu sendiri berjalan kurang lebih selama 3
bulan. Dan selama 3 bulan jugalah, saya selalu ingin tertawa jika
sedang berbicara dengan Ismed, terlebih lagi ketika membahas
perkembangan komunikasi dia dengan Bapak (Haryanto Bajoeri).
Skenario yang berjalan mulus selama 3 bulan
tersebut, akhirnya harus berantakan karena sebuah kesalahan atau
kelalaian yang saya buat sendiri. Kelalaian itu terjadi ketika Persija
tengah berada di Surabaya, melakoni partai away melawan Deltras. Saat
itu saya tengah makan bandeng penyet di gang Kaliasin Pompa, di samping
Tunjungan Plaza, sedangkan Ismed berada di kamar hotel. Saat itu saya
ingin berbicara melalui telepon dengan Ismed, mengingat nomor yang
biasanya saya pakai batereinya tengah habis, maka tanpa rasa ragu saya
mengunakan nomor ponsel saya yang satu lagi.
Di sinilah letak kelalaian saya, nomor yang saya pakai adalah nomor yang di ponsel Ismed tersimpan dengan nama Pak Haryanto Bajoeri. Saat itu saya berkata: "Med dimana lo?”
Di seberang Ismed menjawab: "Selamat siang Pak, saya sedang di hotel.”
"Ini gue Bambang, main pak-pak aja lo," timpal saya dengan sedikit marah.
Seketika dari seberang sana terdengar suara Ismed menjawab dengan sedikit ragu-ragu: "Hah..?? Ini siapa ya..??"
"Ini gue Bambang, lo mau di bungkusin bandeng
penyet ngga? Emang nomor gue ngga lo simpen ya?” jelas saya masih dengan
tidak sadarnya.
"Lah kok di sini tulisannya Pak Bajoeri..??" jawab Ismed di seberang sana.
Mendengar jawaban tersebut seketika sayapun
tersadar, kalau saya tengah menggunakan nomor telepon yang biasa saya
pakai untuk SMS Ismed. Dan nasipun sudah menjadi bubur, semenjak
kejadian tersebut Ismed pun tahu jika saya telah mengubah salah satu
nama saya dengan nama Pak Bajoeri di ponselnya. Dan dia pun sadar jika
selama ini dia telah berkomunikasi dengan saya, bukannya pengelola kami
Bapak Haryanto Bajoeri.
Awalnya Ismed sempat marah sekali dengan kenyataan
tersebut, akan tetapi tidak membutuhkan waktu yang lama bagi saya untuk
meluluhkan kembali hatinya, yang memang terkenal keras. Sayapun minta
maaf atas keusilan tersebut, dan akhirnya kamipun menganggap peristiwa
tersebut sebagai sebuah romantika kehidupan, sehingga membuat kami
tertawa bersama hahahaha.
Beberapa waktu lalu, saya sempat meminta izin Ismed
untuk menulis tentang cerita ini. Dan ejujurnya, saya tidak begitu
berharap Ismed mengizinkan saya untuk menulis kisah tersebut. Akan
tetapi tanpa saya duga, Ismed meberikan izin kepada saya untuk menulis
cerita ini. Bahkan diapun sempat kembali memaki saya, ketika mengingat
kisah yang cukup memalukan tersebut. Akan tetapi, pada akhirnya kamipun
kembali tertawa terbahak-bahak saat menceritakan kembali kisah tersebut.
"Maafkan Daku Sobat" Hahahahaha...
Akhir sekali ijinkan saya untuk mengucapkan, Selamat berakhir pekan untuk kita semua..
KESIMPULAN: Untuk alasan keamanan "KUNCILAH" ponsel
anda menggunakan password agar barang tersebut terhindar dari hal-hal
yang tidak diinginkan..
Dikutip dar "http://bambangpamungkas20.com/bepe/baca/artikel/klub/2011/10/22/111/maafkan-daku-sobat#.UWm770ohH9A"
No comments:
Post a Comment