Penulis: bepe, 25 December 2011
Indonesia Vs Uruguay: Jum'at 8 Oktober 2010, Stadion Utama Gelora Bung Karno..
Salah satu hari yang cukup spesial dalam karir sepakbola saya. Saya
katakan spesial karena pada hari itu saya mendapat kesempatan untuk
bermain dengan tim sekelas Uruguay, yang 3 bulan yang lalu baru saja
berhasil menjadi peringkat ke 3 Piala Dunia 2010. Lebih spesial lagi
karena mereka datang dengan kekuatan penuh sama seperti ketika bermain
di piala dunia 2010, hanya seorang Diego Forlan yang menghilang dari
squad ketika itu..
Akan selalu menjadi hal yang sangat menyenangkan serta membanggakan
ketika kita dapat bermain dengan pemain-pemain level wahid di dunia.
Karena dalam pertandingan-pertandingan seperti itu, kita dapat banyak
belajar mengenai cara bermain, tak-tik serta strategi yang baik dan
benar dalam sepakbola modern. Mengingat permainan sepakbola modern
sendiri sudah berkembang dengan sedemikian pesatnya..
Seperti yang kita semua tahu, pertandingan itu sendiri berakhir
dengan skor 1:7 untuk kemenangan Uruguay. Ketika itu publik mencaci maki
permainan tim nasional yang mereka anggap sangat memalukan, masyarakat
lupa jika tim yang kita hadapi saat itu adalah peringkat 3 Piala Dunia,
tim yang kekuatannya tentu tidak sembarangan. Hal Itu terbukti setelah 7
bulan kemudian, Uruguay mampu menjadi yang terbaik di gelaran Copa
America, menyisihkan Chile, Paraguay bahkan Argentina juga Brazil..
Selama bertahun-tahun bermain untuk tim nasional, saya sangat
bersyukur karena banyak mendapat kesempatan untuk bermain dengan tim-tim
hebat dari mancanegara, begitu juga dengan pemain-pemain kelas dunia.
Akan tetapi sejujurnya pertandingan melawan Uruguay tersebut adalah
salah satu yang paling berkesan bagi saya. Mengapa..?? karena terselip
sebuah cerita bermakna di sebaliknya. Sebuah cerita yang mungkin sangat
sederhana akan tetapi sarat akan makna. Sebuah cerita yang tidak dapat
saya pungkiri mampu menyentuh sisi emosional saya sebagai pemain
sepakbola, terlebih lagi sebagai pemain tim nasional Indonesia..
Dalam pertandingan itu satu-satunya gol Indonesia di cetak oleh Boaz
T. E Salossa, memanfaatkan sebuah umpan terukur Bambang Pamungkas yang
jatuh tepat di belakang Diego Lugano. Sebuah umpan yang membuat Boaz
langsung berhadapan satu lawan satu dengan penjaga gawang Uruguay, yang
malam itu di tempati oleh Juan Guillermo Castillo. Dengan satu gerakan
saja, Boaz sudah mampu mengecoh Castillo dan menceploskan bola ke gawang
yang sudah kosong..
Menurut saya malam itu saya sendiri tampil biasa-biasa saja, jauh
untuk dapat dikatakan baik, akan tetapi tidak juga dapat dikategorikan
sebagai buruk. Malam itu adalah untuk pertama kalinya saya bermain
sebagai gelandang serang di tim nasional Indonesia, dan sialnya lagi
lawan yang kami hadapi adalah tim sekelas Uruguay. Maka hasilnyapun
sudah dapat ditebak, saya sering kehilangan bola dan salah
mengantisipasi pergerakan lawan..
Satu hal yang paling mengejutkan adalah, 40 ribuan penonton yang
hadir di stadion malam itu, menyoraki saya setiap kali saya menyentuh
bola. Bahkan puncaknya terjadi di sekitar menit ke 60, ketika saya
ditarik keluar dan digantikan oleh Yongki Aribowo, maka suara Booooo
dari penonton menjadi background soundtrack yang mengiringi keluarnya
saya dari lapangan malam itu..
Walaupun dalam konferensi pers setelah pertandingan kapten Uruguay
Diego Lugano sempat mengatakan, jika menurut dia pemain Indonesia paling
berbahaya adalah nomer 20. Akan tetapi itu sama sekali tidak merubah
pendapat publik terhadap si nomer 20 itu sendiri, yaitu si tua pembawa
sial untuk tim nasional Indonesia dan tidak pantas untuk tampil di Piala
AFF 2010, yang akan di gelar 2 bulan kemudian..
Selama 11 tahun (Saat itu) saya membela tim nasional, ini adalah
pertama kalinya saya mengalami peristiwa seperti ini. Jika hal tersebut
terjadi di Kota Bandung misalnya, mungkin saya akan sangat memahaminya.
Mengingat publik Bandung memang cukup membenci saya. Hal tersebut
terjadi karena sebagai salah satu punggawa dari tim musuh bebuyutan
Persib Bandung (Persija Jakarta), saya adalah pemain yang paling rajin
mengoyak jala tim kesayangan mereka. Akan tetapi sangat disayangkan hal
tersebut terjadi di Stadion Utama Gelora Bung Karno Jakarta, tempat yang
notabene menjadi homebase tim nasional dan juga homebase tim yang saya
bela yaitu Persija Jakarta, tentu hal tersebut sangat mengecewakan..
Sejujurnya saya sangat tepukul malam itu, tidak pernah terbayangkan
hal tersebut akan terjadi menimpa diri saya. Maka senyum kecutpun
mengiringi keluarnya saya dari lapangan hijau menuju bangku cadangan,
malam itu. Selama sisa pertandingan di bangku cadangan, beberapa kali
tanpa sadar saya sempat termenung. Saya masih cukup syok dengan apa yang
baru saja terjadi..
Setelah pertandingan Ayah saya beberapa kali menghubungi saya melalui
telephon, akan tetapi tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada ayah
saya, saya memutuskan untuk tidak berbicara dulu dengan ayah saya malam
itu. Dalam artikel (Late Show With Bambang Pamungkas - Agustus 2011)
saya sempat menyebutkan, jika kritikus terpedas dalam karir saya adalah
istri dan ayah saya sendiri. Maka dalam benak saya malam itu, saya
merasa sangat tidak siap untuk berdiskusi mengenai permainan saya dengan
Ayah saya. Ayah saya pasti akan banyak mengkritik saya, dan saya merasa
tidak siap untuk beradu argumentasi mengenai hal tersebut. Hal itulah
yang mendasari keputusan saya untuk memilih tidak berbicara dahulu
dengan ayah saya..
Karena keesokan harinya saya bersama tim nasional harus bergerak ke
Bandung, untuk menjalani satu lagi pertandingan persahabatan, yaitu
melawan Maladewa di Stadion Siliwangi. Maka malam itu pun saya habiskan
untuk berdiskusi dengan Dewi istri saya, hingga larut malam. Mendengar
saya di hujat penonton satu stadion, Dewi yang ketika itu juga berada di
stadion sempat menangis. Dan untuk kesekian kalinya, malam itu Dewi
meminta kepada saya untuk mundur dari tim nasional. Ketika itu saya
sempat menyampaikan kepada Dewi bahwa ayah saya sempat menghubungi, akan
tetapi saya tidak menjawabnya, karena merasa belum siap. Ketika itu
Dewi berkata "Kenapa ngga diangkat, siapa tahu bapak ngga mengkritik tapi malah menyemangati", "Besok saja aku akan menghubungi bapak" jawab saya singkat..
Singkat cerita, keesokan harinya tim nasional pun bergerak dari
Jakarta menuju Bandung. Dalam perjalanan menuju Bandung tersebutlah,
saya merasa secara mental sudah cukup siap untuk berbicara dengan ayah
saya. Setelah menarik nafas panjang beberapa kali, sayapun menekan nomer
ponsel ayah saya, beberapa saat kemudian terdengar suara ayah saya dari
seberang sana..
Dibawah ini adalah kurang lebih percakapan kami ketika itu:
Ayah: Hallo,, Assalamu alaikum..
Saya: Wa alaikum salam, semalam bapak telephon saya..?? Maaf pak lagi lumayan sibuk jadi tidak sempat angkat telephon bapak..
Ayah: Oh iya ngga apa-apa, semalam bapak hanya ingin
bertanya kenapa bisa jadi begitu..?? Bambang Pamungkas yang semalam
bapak lihat bukanlah Bambang Pamungkas yang ayah kenal selama ini..
Sayapun berkata dalam hati, "Nah mulai deh bla,, bla,, bla.. Sabar Bambang,, Sabaaarr"..
Saya: Iya pak lawannya juga Uruguay, susah sekali
pak lawan mereka, ya harap dimaklumi lah kalo saya banyak bikin salah,
apalagi saya main di posisi baru..
Ayah: Ya,, ya,, ya,, kamu memang beberapa kali
melakukan kesalahan yang cukup mendasar, akan tetapi terlepas dari itu
semua kamu juga berandil besar dalam terjadinya gol Boaz. Menurut bapak
permainanmu tidak jelek..
Ucapan ayah saya tersebut membuat saya cukup terperanjat, bukan
sebuah kebiasaan ayah saya memberikan pujian atau memberi penilaian
positif dalam permainan saya. Sejurus kemudian ayah sayapun melanjutkan
perkataannya..
Ayah: Apa yang bapak maksud bukan permainanmu..
Saya: Jadi..?? (Kata saya dengan nada penuh tanya)
Ayah: Akan tetapi perilakumu..
Saya: Haahh..?? Prilaku saya pak..?? (Tanya saya semakin heran)
Ayah: Mengapa saat kamu di ganti dan keluar lapangan kamu tidak mengucapkan terima kasih kepada penonton yang hadir di stadion..??
Saya sangat terkejut mendengar kalimat ayah saya tersebut dari
seberang sana. Memang betul semalam ketika di ganti saya memang hanya
berjalan lurus tanpa bertepuk tangan tanda terima kasih atas dukungan
penonton yang hadir di stadion. Beberapa saat kemudian sayapun lanjut
berkata dengan sedikit geram..
Saya: Bagaimana saya mau berterima kasih pak, sedang sepanjang pertandingan mereka menghujat saya. Wajarlah jika saya kecewa..
Ayah: Kamu pikir kamu pantas melakukan itu..??
Saya: Iya pak. Anak-anak ABG itu tidak mengerti,
ketika mereka baru belajar berbicara dan mengeja kata G-O-L, saya sudah
mencetak gol untuk Merah-Putih pak. Ini pertama kali sepanjang 11 tahun
saya bermain untuk tim nasional dan ini bermain di Jakarta, lain cerita
jika main di Bandung pak.. (Cerocos saya membela diri)
Ayah: Kamu pikir mereka akan peduli dengan apa yang
kamu lakukan 2, 3, 5 atau 11 tahun yang lalu..?? Yang mereka tau adalah
sekarang, bukan kemarin, minggu lalu apalagi tahunan yang lalu..
Saya: Tapi setidaknya mereka bisalah pak untuk sedikit menghargai saya..
Ayah: Ooooo,, kamu salah kaprah Mbang..
Saya: Maksud bapak..?? (Tanya saya dengan nada heran)
Ayah: Terlepas dari apapun teriakan mereka, kamu dan
seluruh pemain harus tetap menghargai mereka, karena mereka datang ke
stadion pasti dengan tujuan untuk mendukung kalian. Dan apapun alasannya
kalian harus berterima kasih kepada mereka..
Seketika sayapun terdiam, kalimat ayah saya tersebut tepat menghujam ke relung hati saya yang paling dalam..
Ayah: Apalagi kamu adalah kapten sekaligus pemain
paling senior dalam tim nasional, seharusnya kamu memberikan contoh yang
baik bukan malah melecehkan penonton seperti itu..
Saya: Tidak ada sedikitpun niatan saya untuk
melecehkan penonton pak, lagipula saya rasa tindakan saya semalam cukup
wajar, dan saya rasa mereka juga tidak peduli pak.. (Jawab saya membela
diri dengan bibir sedikit bergetar)
Ayah: Mereka mungkin tidak peduli, akan tetapi bapak peduli..
Saya: Jujur saya syok pak dan tidak tahu harus berbuat apa, saya merasa belum siap menghadapi situasi seperti semalam..
Ayah: Sepakbola itu tentang "Menghargai". Menghargai
diri sendiri, menghargai teman, menghargai lawan, menghargai penonton
dan juga menghargai permainan sepakbola itu sendiri secara utuh..
Saya: Iya pak, saya mengerti..
Ayah: Apalagi besok lawan Maladewa main di Bandung,
bermain baguspun kamu pasti tetap di dicaci-maki, apalagi jika tampil
buruk. Lupakan itu semua, mereka tetaplah pendukung Indonesia, hanya
saja mungkin tengah mendukung dengan cara yang sedikit berbeda. Bapak
tidak mau hal semalam terjadi lagi, bapak akan melihat dari layar TV..
Dan sekali lagi, saya hanya mampu berkata "Iya pak, saya mengerti"..
Hari itu 9 Oktober 2010, sisi emosional saya sebagai pemain sepakbola
benar-benar di sentuh, mental saya sebagai pemain yang sudah satu
dekade berlabel tim nasional disentil dan loyalitas saya terhadap
profesi yang sangat saya cintai pun serasa tertampar. Bak seorang
petinju yang menerima sebuah uppercut telak, saya pun tak berdaya
menopang berat badan saya sendiri dan pada akhirnya roboh tersungkur
menyentuh lantai, dengan sangat kerasnya..
Beberapa waktu yang lalu saya sempat menulis demikian di akun Twitter saya:
@bepe20: Tahapan perjalanan karir seorang Pesepakbola:
Debut --» Hah, Hei, Nah, Yeah, Wohoo, Mmm, Argh, Boo diakhiri dgn Tepuk
Tangan --» Pensiun..
Maksud Tweet diatas akan coba saya perjelas sebagai berikut:
# Hah - Hah siapa ini..??
# Hei - Hei ini yang kemarin ya..??
# Nah - Nah ini dia nih..
# Yeah - Yeah that's my man..
# Wohoo - Wohoo he did it again..
# Mmm - Mmm kok gini sih..?? Ayo coba lagi..!!
# Argh - Argh gimana sih, bego amat..!!
# Boo - Booooo dia lagi-dia lagi, udah bisa diganti kaleeeee..!!
Tahapan-tahapan dimana seorang pemain sepakbola akan memulai
debutnya, mulai dikenal dan menyita perhatian publik, menjadi idola dan
dipuja-puja masyarakat, mulai diragukan dan diperdebatkan, hingga di
caci maki serta pada akhirnya harus pensiun..
Sebuah tatanan proses yang menurut saya suka-tidak suka, rela-tidak
rela dan ihklas tidak ihklas harus dilewati. Di butuhkan mental yang
kuat untuk dapat melewati tahap demi tahap dengan mulus, baik di awal
meniti karir, saat menjadi idola dan di Agung-agungkan, apa lagi ketika
mulai di ragukan seta di caci-maki. Saya sendiri cukup paham dan sadar
betul dengan kenyataan yang saya atau lebih tepatnya kami harus hadapi.
Dan sejujurnya kita tidak pernah dapat menyalahkan mereka para
suporter. Mereka tidak akan pernah peduli dengan bertambahnya usia,
kekuatan otot yang mulai berkurang, menurunnya stamina sehingga membuat
akurasi dan determinasi secara otomatis juga tereduksi. Hal yang mereka
pedulikan hanyalah penampilan terbaik dan hasil terbaik dalam setiap
kesempatan. Dan sayangnya mereka memang berhak untuk berlaku demikian..
Dalam sebuah kehidupan, terkadang kenyataan memang tak seindah apa
yang kita ingin dan bayangkan. Terlepas dari kegagalan demi kegagalan,
kesalahan demi kesalahan, kebodohan demi kebodohan serta kekalahan demi
kekalahan yang terjadi dalam karir saya, saya merasa sangat bangga
dengan pencapaian saya sejauh ini. Karena setidaknya, saya telah
mengahabiskan hari demi hari selama 12 tahun karir saya untuk selalu
berusaha menjadi lebih baik..
Terkadang saya merasa kasihan kepada banyak orang di luar sana, yang
menghabiskan waktu dan energi mereka hanya untuk menunggu, mencari
serta pada akhirnya menghakimi kesalahan-kesalah yang diperbuat oleh
orang lain. Terkadang saya berpikir, mengapa orang-orang tersebut tidak
melakukan sesuatu untuk diri mereka sendiri,nuntuk kebanggan mereka
sendiri, untuk kelangsungan hidup mereka sendiri dan juga untuk harkat
dan martabat mereka sendiri..
"Setiap orang yang berusaha dan bekerja keras, suatu saat
pasti akan melakukan kesalahan. Sedangkan mereka yang hanya duduk
berdiam diri serta berpangku tangan, tidak akan pernah melakukan
kesalahan"
Karena harus di ingat, definisi kesuksesan yang sebenarnya bukan
berada pada penilaian dari orang-orang di luar sana, melainkan berada
pada sejauh mana kita mampu memaksimalkan potensi pada diri kita untuk
mampu mencapai sesuatu, dan hal tersebut hanya dapat dinilai oleh diri
kita sendiri bukan orang lain. Karena pada akhirnya yang paling mengerti
diri kita adalah diri kita sendiri. Demikian halnya yang paling
mengerti sajuh mana potensi yang ada pada diri kita, jugalah diri kita
masing-masing..
Maka mari bekerja keras untuk mencapai sesuatu, bukan untuk
mengalahkan orang lain. Karena mungkin saja pada sebuah tahab, kita
sudah mampu mengalahkan orang lain. Dan ketika kita sudah merasa puas
dengan hal tersebut, maka kita hanya akan berhenti sampai disana saja.
Padahal mungkin dengan potensi yang kita miliki, kita mampu melangkah
lebih jauh lagi, bukan hanya sekedar mengalahkan orang tersebut. Jangan
pernah terbelenggu dengan sifat iri, dengki, keki, benci serta dendam
terhadap seseorang. Karena sejatinya hal tersebut hanya akan membatasi
potensi serta ruang gerak kita untuk berkembang dan menjadi jauh lebih
baik dari siapa diri kita saat ini..
"If I was able to walk upright under the blazing sun.. Then I should be able to do the same in the swiftness of rain.."
Karena, jika saya mampu berjalan tegak dengan senyum mengembang saat
berada di puncak kesuksesan. Maka saya juga harus mampu, untuk berjalan
tegak dengan senyum di bibir (Walau dengan sedikit kecut) saat saya
berada pada tahapan sulit dalam karir saya. Karena itulah hidup, roda
itu akan selalu berputar..
Mungkin pada saat ini, karir saya sudah pada tahap "Argh" atau mingkin malah "Booooo",
akan tetapi yakinlah jika saya akan terus berusaha keras sekuat tenaga
untuk berusaha membuat kalian semua sedikit tersenyum disela-sela
teriakan "Argh" atau malah "Booooo" tersebut. Hal tersebut saya lakukan
bukan untuk kalian, sama sekali bukan untuk kalian. Hal tersebut saya
lakukan untuk kepuasan pribadi saya sendiri..
Dalam tahapan karir saya saat ini, saya tidak merasa perlu untuk
membuktikan apapun kepada siapapun. Semua yang saya lakukan dan kerjakan
saat ini, adalah murni karena pekerjaan dan kecintaan saya terhadap
profesi saya tersebut, tidak lebih dan tidak kurang. Satu hal yang
selalu ingin saya teriakan kepada kalian semua di luar sana, adalah:
Hey...!! My name is Bambang Pamungkas and "I Live For This SH*T"...!!!
Selesai..
Dikutip dari "http://bambangpamungkas20.com/bepe/baca/artikel/umum/2011/12/25/114/i-live-for-this-sh-t#.UWnAfUohH9A"
No comments:
Post a Comment