Tak ada yang lebih indah dari apa yang aku miliki saat ini. Bahkan aku pun tak minta Tuhan untuk menggantikan semuanya. Mereka yang sangat kucinta. Sesederhana apa pun mereka adalah istimewa untukku.
Terima kasih Tuhan...
Telah Kau beri aku seorang bunda yang teramat cantik untukku. Teramat manis untuk kujalani hidupku dengannya. Bukan lagi bicara soal pengorbanan. Karna aku mengerti, meski aku pun belum tahu betapa besar perjuangan dan pengorbanan untukku, anaknya. Mengandung dan merawat aku adalah hal yang sudah tidak perlu diperdebatkan lagi. Banting tulang bertetes peluh demi melihatku tersenyum adalah seperti hal yang wajib untuk beliau, tanpa beliau memperhatikan apapun nanti reaksiku. Yang kutahu bunda sampai saat ini mampu bertahan menjalani hidup karna ingin melihat aku mampu bertahan mengarungi lautan kehidupan.
Bunda...
Jika bunda tahu, aku pun tak ingin membuat bunda kecewa, bunda menangis.
Bunda...
Aku pun ingin sepertimu yang bisa mengalah untukku, sedangkan egoku masih begitu besar untuk meng-iyakan apa yang kuinginkan.
Bunda...
Kenapa sampai saat ini aku tak mampu meredam egoku untuk bisa berbagi denganmu.
Bunda...
Betapa sulit rasanya membuatmu tersenyum melepas segala penat yang kaurasa atas tekanan-takanan orang-orang di sekitarmu.
Bunda...
Lihatlah aku yang tak mampu seperti bunda. Tersenyum dalam tangis, hanya sekadar untuk membuatku tertawa kecil dan tak merasakan apa yang bunda rasa.
Bunda...
Aku yang dulu menjadi bintang kecilmu, yang mungkin kau harapkan untuk menjadi mentarimu kini telah beranjak dewasa. Tentunya banyak waktuku yang tak lagi bersamamu.
Tapi bunda...
Jujur..., setiap kali aku menginjakkan kaki di rumah mungil kita yang kuharap adalah bisa melihat sosokmu. Karna ada rasa nyaman ketika kubisa bertemu dengan mu.
Terima kasih Bunda...
Meskipun kadang terasa kaku kuucapkan di depanmu.
Tapi aku yakin kau pun memahami.
Dan...
Subhanallah...
Aku punya seorang ayah yang sangat menyayangiku.
Yang dulu waktu aku kecil kukenal sebagai ayah yang galak.
Tapi aku ingat, jika beliau sedang di rumah, beliau yang selalu mengajariku banyak hal. Yah..., beliau yang pertama kali mengajariku menulis kata 'kakak'
Tapi ternyata ketika aku beranjak dewasa, sosok galaknya pun tersamar, karena beliau adalah sosok teman bagiku. Banyak hal yang bisa kudiskusikan dengannya. Yah meskipun terkadang beliau sangat protektif, tapi mungkin itu lah yang terbaik untukku.
Ayah...
Teman memilah dan memilih kehidupan.
Yang berjuang demi aku.
Yang bisa membuatku meneteskan air mata ketika kuingat cerita-cerita saat beliau banting tulang demi aku. Jua ketika aku sakit, saat semuanya belum secanggih sekarang, saat sepeda motor pun masih langka di tempatku. Beliau kerja keras sampai larut malam demi mencari aung untuk biaya pengobatanku. Larut malam baru menyeka peluhnya, merebahkan badannya sejenak, belum sempat beliau bermimpi, beliau sudah bangun, berjalan mencari kendaraan umum untuk menjengukku di rumah sakit.
Terlalu banyak..., sampai aku pun tidak sanggup untuk sekadar menceritakannya, apalagi membalasnya.
Ayah...
Terus tuntun aku menjadi putrimu.
Hingga kelak kucapai apa yang semua telah kita angankan bersama.
Alhamdulillah...
Sampai detik ini masih kupunya kalian.
Dan untuk yang kesekian kalinya,
Terima kasih Allah...
Sujud syukur atas karunia-Mu
Kedua orang tua yang amat berharga untukku.
Subhanallah...
Aamiin..., Aamiin..., Aamiin Ya Robal Alamin
No comments:
Post a Comment