Sunday, June 21, 2015

Mengapa Wanita yang Sedang Haid Haram Berpuasa



Apakah ada di antara teman-teman yang tetap nekat ikutan puasa meskipun sedang datang bulan? Ikutan makan sahur dan baru makan minum lagi ketika azan Magrib?  Waduh, hati-hati, ya…, karena hukum puasa bagi wanita yang sedang haid justru haram, loh!

Ijmak ulama sampai kepada hukum dosa bagi wanita yang secara sengaja melakukan puasa dengan niat ibadah pada hari-hari haidnya. Jadi bukan saja dilarang, tapi juga membuahkan dosa jika mengerjakannya. Jangan salah sangka bahwa hukum tersebut menandakan Islam menajiskan wanita yang sedang haid, karena sama sekali tidak demikian.

Keharaman tersebut berlandasan kepada hadis Rasulullah SAW. Hadis ini juga menujukkan bahwa para wanita shahabiyah di masa Rasulullah SAW sudah mengerti dan tahu pasti bahwa wanita yang sedang haid itu diharamkan shalat dan berpuasa. Semua tercermin dalam dialog mereka dengan Rasulullah SAW berikut ini:
Dari Abi Said Al-Khudhri ra. bahwa Nabi SAW bersabda kepada para wanita, "Bukankah para wanita bila mendapat haid tidak boleh salat dan puasa? Para wanita itu menjawab, Benar. Itulah yang dimaksud dengan kurangnya agama mereka."

Nah, bagi teman-teman yang ingin tahu mengapa hukumnya demikian, mari kita telisik dari segi kesehatan. Karena hal ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan Islam menajiskan wanita haid sehingga tidak boleh beribadah salat ataupun puasa. Islam melarang hal tersebut justru karena memahami kebutuhan wanita yang sedang haid.

Ketika seorang wanita haid, maka ia akan kehilangan banyak darah, termasuk sel darah putih, yang menyebabkan imunitasnya berkurang. Belum lagi hormon dalam tubuhnya yang mengalami perubahan. Sehingga dianjurkan untuk menjaga asupan gizi agar menjaga kesehatan.

Kehilangan banyak darah membuat wanita haid gampang lelah, memiliki kadar emosi yang naik turun, serta rentan terkena anemia. Oleh sebab itu, para medis menganjurkan agar ketika dalam keadaan haid, wanita banyak beristirahat dan mengonsumsi makanan yang bergizi. Agar darah dan logam (magnesium, zat besi) dalam tubuh yang berharga tidak terbuang percuma.

Bisa terbayang jika Islam tetap mewajibkan wanita haid berpuasa? Maka, meskipun kita sanggup berpuasa, janganlah melakukannya! Minumlah dan makanlah banyak asupan gizi  di siang hari, agar tubuh tetap sehat dan prima.




                             

Friday, June 5, 2015

Adik Baru

Penulis: Endar Wahyuni



“Rifky, mau ke mana, Nak? Ini sudah Magrib, jangan pergi-pergi!”

Bocah berusia enam tahun itu tak menggubris ucapan ibunya. Dia berlari menuju garasi dan segera menggenjot sepedanya.

“Ayo naik!” pinta Rifky pada gadis kecil usia empat tahun yang setia berdiri di halaman rumah tetangganya.

“Takut....”

“Nggak apa-apa. Kan, katanya kemarin pengin main sepeda,” bujuk Rifky.

Akhirnya bocah perempuan itu luluh dan bersedia bersepeda dengan Rifky. Di sela-sela perjalan mengitari gang-gang sekitar rumah mereka, keduanya saling bercanda dan tertawa. Rupanya Rifky begitu mahir menjadi seorang kakak bagi gadis itu. Walau masih kecil, dia pandai menciptakan gurauan-gurauan yang lumayan menggelitik.

“Kok, aku baru lihat kamu kemarin, sih? Katamu tinggal bareng Tante Winda,” tanya Rifky penasaran karena pertemuannya dengan gadis itu baru kemarin sore waktu dia pulang dari bermain.

“Iya, kemarin-kemarin aku takut keluar rumah.”

“Kenapa?” Rifky semakin penasaran.

Bocah itu hanya mempererat pegangannya lantas beberapa saat terdiam. Sebelum akhirnya dia mengutarakan keinginannya, “Kamu baik banget sama aku. Boleh aku jadi adikmu?”

“Boleh. Aku senang sekali sekarang punya adik yang cantik seperti kamu.”

Keduanya kembali bercengkerama menyusuri jalan yang semakin jauh dari gang tempat tinggal mereka. Sampai pada akhirnya sebuah mobil berpapasan lalu menghentikan laju Rifky dan gadis tersebut.

“Rifky, kamu ngapain main sepeda sampai sini? Ini sudah malam, Nak, sudah hampir jam tujuh. Ayo pulang,” tegur lelaki yang baru saja keluar dari mobil tersebut.

“Sepedanya ditaruh dalam mobil saja, kamu duduk di depan,” lanjut lelaki itu yang tak lain adalah ayahnya. Dia lantas mengira-ngira apakah sepeda itu muat masuk dalam mobil atau tidak.

“Rifky pulang naik sepeda saja sama Rinjani, Yah,” jawab Rifky tanpa memedulikan ayahnya yang masih melongo kebingungan.

Tanpa banyak bicara lagi dan sebelum ayahnya melarang, Rifky segera mengayuh sepedanya. Rinjani---gadis yang diboncengkannya sejak tadi---hanya tertawa melihat ulah Kakak barunya itu.

Setelah mengantarkan Rinjani sampai halaman rumah Tante Winda, Rifky bergegas pulang.

“Lain kali kalau sudah magrib jangan kelayapan, naik sepeda sendirian lagi,” nasihat ayahnya yang menunggu di teras bersama sang Ibu.

“Loh, aku, kan, tadi bersama Rinjani, Yah.”

“Rinjani?” ayahnya bingung.

“Iya. Ayah tadi nggak lihat? Rinjani anaknya Tante Winda. Cantik banget mirip ibunya,” terang Rifky, “tapi..., dia juga memiliki tanda lahir di tangan mirip Ayah. Kebetulan yang menyenangkan bukan, Yah?”

Ibunya Rifky melirik tajam pada sang suami. Yang merasa dilirik hanya menggelengkan kepala lantas berbisik pelan pada istrinya, “Nggak tahu. Aku yakin sudah diaborsi. Aku sendiri yang mengantarnya.”


JOG, En-220415



Lihat juga Flash Fiction lainnya di sini