“Pak, dia
itu pencuri. Jelas-jelas cincin saya ada di tanganya. Kurang bukti apalagi?
Kita bawa ke kantor polisi saja.” Wanita itu terus menuduhku.
“Sabar,
Bu..., sabar...! Saya minta Ibu jelaskan dulu permasalahannya,” pinta satpam di
hadapan kami.
“Tadi saya
ke kamar mandi. Karena kebiasaan, saya melepas cincin dan menaruhnya di atas
tempat tisu. Saya lupa lantas meninggalkannya begitu saja. Kira-kira sepuluh
menit kemudian saya kembali, ada perempuan ini keluar dari tempat yang saya
gunakan sebelumnya. Dan saya terkejut ketika mendapati cincin itu sudah di
jarinya!” jelas wanita itu.
“Aku sama
sekali nggak tahu soal cincin di atas tempat tisu. Aku bawa tisu sendiri. Dan
ini benar-benar cincinku.” Suaraku bergema di ruangan petugas keamanan pusat
perbelanjaan itu.
“Jangan-jangan
cincinnya memang masih di toilet, jatuh mungkin. Lagian cincin dengan model
sama itu banyak.”
“Tidak, Pak.
Saya sudah coba mencarinya tapi tidak ketemu. Itu cincin pernikahan. Suami saya
dulu memesannya khusus. Kalau masih tidak percaya, suruh perempuan itu
melepasnya dan lihat di bagian dalam. Di sana ada inisial nama saya dan suami.”
“Tolong
dilepas,” pinta satpam itu padaku.
Perlahan
kulepas cincinku. Satpam tadi menerimanya lantas memeriksa bagian dalam, “Apa
inisial yang terdapat di cincin Ibu?”
“Huruf P,
lambang cinta, dan huruf M. Nama suami saya Pambudi, saya Murtika. Kalau masih
tak percaya, saya akan minta suami saya ke sini. Di cincinnya juga tertulis
inisial yang sama.”
DEG!
Jantungku
berdegup kencang. Sementara satpam itu buru-buru mencengkeram tanganku.
“Pak, saya
menemukan ini di toilet. Terselip di antara tisu bekas yang berceceran di
lantai.” Tiba-tiba seorang petugas kebersihan datang tergopoh-gopoh menemui
satpam sambil menunjukkan sebuah cincin.
Satpam yang meringkusku
terdiam, begitu juga wanita tadi. Entah apa yang ada dalam pikiran mereka. Yang
jelas saat ini yang terlintas di otakku adalah kata-kata suamiku ketika
bersama-sama membeli cincin kawin. “P artinya Papa, M artinya Mama. Biar beda
dari yang lain, Sayang,” ucap suamiku waktu itu.
Buru-buru
aku mengeluarkan ponsel lantas menunjukkan sebuah foto pada wanita tadi. Lirih
aku memastikan, "Pambudi Prasetya Jati?"
Wanita itu
mengangguk, entah tak percaya, atau bahkan tak mengerti.
JOG, En-090415
Lihat juga Flash Fiction lainnya di sini