Sunday, February 26, 2012

ROMANTISME KEHIDUPAN

Romantisme kehidupan, rankaian abjad-abjad mesra selalu terangkai dengan angka-angka luka.
Tak semua luka itu tangis, bisa saja tawa walau terpaksa, senyum yang terulum, atau bahkan kematian yang hidup.
Tapi jangan paksa bahwa tawa 'kan selamanya indah, senyum adalah kebahagiaan, justru hidup yang kadang mematikan.
Selagi raksasa masih mau mengejar bayangan, atau pun kita yang selalu mengejarnya, berjuta makna serial kartun dunia masih bisa tercipta.
Tapi satu yang kadang terlupa, bahwa posisi kita yang layaknya sebagai pemain inti maupun figuran, bebas manantukan skenario kehidupan.
Ingat, Sutradara kita tak pernah luput dari segala yang ada.
Buatlah cerita seindah mungkin, tapi jangan berharap seindah yang kaubuat, karena ada yang lebih indah dari milik kita

Pedagang Koran

Yogyakarta, 25 februari 2012

Sore ini di tengah kepadatan lalu lintas Jogja yang katanya adalah kota yang aman, nyaman dan tentram ini (tapi tidak bagiku), kembali kulihat sosok yang membuat penglihatanku jadi kabur oleh butir-butir yang siap bertemu bumi. Ya..., sosok yang wajahnya bukan lagi hampir keriput tapi memang sudah keriput, dengan mimik muka yang seolah mengatakan "narima ing pandum". Setumpuk koran masih dibopongnya. Beliau berdiri di tengah pembatas jalan, dan mungkin beliau berharap agar lampu merah itu tidak cepat berlalu. Ah..., tapi apa artinya lampu merah itu berlama-lama nyala kalau toh akhirnya tak ada yang berminat pada dagangannya. Apalagi matahari sudah tak sabar menuju peraduannya. Seakan semua orang yang berada di atas rayap-rayap jalanan itu pun sudah tak peduli, yang mereka pikirkan adalah bergegas pulang melepas lelah dan bertemu keluarga mereka. Atau bahkan ada sebagian dari mereka yang membenci sosok itu karena menambah ruwetnya persimpangan.
Tapi mungkin aku juga termasuk orang yang tidak peduli. Terlalu banyak pedagang koran eceran yang tersebar di setiap persimpangan jogja, masak iya setiap bertemu harus membelinya satu-satu. Jadi, pengusaha koran harian, dong. Inilah pikiran kotor tapi adalah kenyataan dan bukan pilihan. Mau gimana lagi, hamya bisa memandang iba. Mungkin semua orang bisa mengatakan "di usia beliau harusnya beristirahat di rumah menikmati masa tuanya". Tapi, inilah kenyataannya, bahwa beliau harus menikmati masa tuanya dijalanan panas kering kerontang ini, bukan di rumah duduk menikmati kopi sambil membaca koran, karena koran baginya tidak untuk dibaca tapi dijual. Aku sendiri tak bisa membayangkan kehidupannya, yang mungkin panas, hujan, hujatan, makian, harapan agar koran-koran itu segera lepas dari timangannya menjadi teman dan makanan masa tuanya.
Sejenak terlintas sosok kakekku. Beliau pun di masa tuanya harus berteman dengan teriknya raja siang ataupun dinginnya airmata langit. Ya, beliau adalah sosok yang terkadang sangat menjengkelkan anak-anaknya atau pun aku sendiri, cucunya. Beliau adalah sosok yang keras kepala dan sulit disuruh untuk beristirahat. Tapi kalau sudah kecapekan dan jatuh sakit barulah tidak mau makan, siapa lagi yang susah kalau gitu...???
Kembali kesosok bapak tua pedagang koran itu, munkin beliau adalah tipikal orang yang sama dengan kakekku. Tapi, yang menjadi perbandingan adalah di mana kakekku bekerja di kebun atau pun di sawah, sedang bapak tua tersebut harus bekerja di tengah keramaian kota di mana kebanyakan yang menjadi teman adalah ketidakpedulian. Inilah kehidupan keras yang harus dijalani setiap insan yang mau berusaha dengan cara yang direstui Tuhan.
Sempat terpikir bagaimana mengatasi masalah-masalah jalanan yang menangis mengiba mencari rejeki. Tapi siapalah aku...???

Aku hanya sosok yang juga tak punya harta berlimpah, tak punya kekuasaan untuk mengatur negeri ini, untuk memberi hukuman pada para korupsi supaya menyediakan tempat tinggal, lapangan kerja dan kehidupan yang layak. Aku hanya sosok yang bisa memperhatikan, dan mungkin hanya sekadar perasaan saja yang tersentuh, tanpa bisa berbuat sesuatu yang bisa membantu mereka.
Ya Tuhan, aku rasa mereka berhak mendapat kebahagiaan. Berilah aku dan mereka rezeki yang halal, yang bisa membuat hati kami tentram dan merasakan kebahagiaan seutuhnya meskipun kami tak berlimpah harta. Aamiin :)

Friday, February 24, 2012

Bapak Bengkel

Banyak orang baik di dunia ini, tapi tak dapat dipungkiri yang notabennya gak baik juga gak kalah banyak. Jadi, intinya cari orang yang baik hatinya itu susah-susah gampang. Nggak nyambung, ya, pembukaannya..., hehehehe :D

==============================

Yogyakarta, 22 februari 2012

Berawal dari kisah yang menyebalkan saat matahari masih malu-malu buat ketemu aku..., hehee....

Pukul 04.50 WIB kuajak keluar temen setiaku, sayang bukan pacar. Siapa lagi kalo bukan sepeda motorku yang akhir kata juga harus kusayang. Kuperhatikan dia masih dalam suasana remang-remang. Gak ada yang salah kok dari biasanya, semoga lancar perjalanan hari ini, satu jam cukuplah untuk menempuh jarak antara rumah dengan tempat kerjaku, pagi buta gini, kan, orang-orang masih pada berpacaran dengan slimutnya masing-masing. Ayo sayang kita berangkat...!!!

Huhh..., salah dugaan, sepi sih sepi, tapi gara-gara terlalu sepi bikin aku morat-marit dengan kegalauanku. Bengkel mana coba yang buka jam segini, sedang jam di layar ponselku sendiri masih menunjukkan pukul 05.20 WIB. Haduh bagaimana ini coba, mana masuk jam 6 pagi lagi, mana baru setengah perjalanan lagi. Jiah..., ini namanya bukan lagi calon telat, udah gak perlu dibahas semua juga udah tahu jawabannya.

Hehhh..., sayang, bagaimana ini...??? Ah..., kamu ngambeknya gak kira-kira, ntar pas pulangnya, kan, juga gakpapa, emang gak bisa ditahan bentar dulu apa...? Ppuft....

Aha..., kutemukan sebuah bengkel yang lampunya masih terang benderang. Eh..., tapi si bapak lagi tertidur pulas. Masa' iya, sih, aku bangunin, siapa tahu beliau lagi mimpi menambal ban motor yang lagi bocor. Berharap jadi kenyataan, sih.

"Pak..., Pak..., bisa bantu tambal ban motor saya gak...?" Yahh..., akhirnya kuberanikan diri juga membangunkan beliau, urusan sopan tidaknya urusan nanti aja, deh. Kritis, nihh...!

"Yang depan atau yang belakang mbak...?" Kudengar suaranya masih setengah sadar.

"Belakang pak...."

"Oo nggih bisa mbak...."

Singkat cerita setelah proses reparasi selesai dan transaksi pun sudah berjalan dengan baik, meskipun buru-buru mengejar waktu yang sebenarnya memang sudah jauh meninggalkanku tak lupa kuhaturkan terimakasih dan yang penting permintaan maafku karena udah ganggu waktu tidurnya. Dan tahu gak bapaknya jawab apa...?

"Gakpapa kok mbak, sudah terbiasa...."

Mungkin ini adalah jawaban simpel yang sering terdengar. Tapi, ada satu kalimat lagi yang membuat pikiranku tak mau enyah dari peristiwa itu.

"Saya emang bukunya malem mbak, ntar kalo udah agak siangan tutup, kalo udah sore baru buka lagi...."

=================

Apa sih yang dapat diambil dari kisah itu...??

Jaman sekarang emang banyak kerjaan yang harus ada sift malamnya, dan mungkin termasuk kerjaanku. Tentu kita tetap masuk kerja biarpun dapet sift malam. Yeah tentunya karna tugas dan tanggungjawab juga, dong, yang membuat kita mau tak mau bersemangat kerja. Tapi coba kita berpikir sejenak tentang bapak tadi.

Hasil dari bengkelnya gak seberapa juga, setiap hari orang yang datang mungkin dapat dihitung dengan jari, saingan ada di mana-mana. Tapi beliau malah buka malam hari saat semua orang merindukan mimpi. Emang, sih, gak banyak saingan kalo malam hari, apalagi kalo udah larut bisa dibilang gak ada saingan. Tapi, kita lihat juga dari sisi customernya. Jarang juga, kan, yang melakukan perjalanan larut malam. Paling-paling juga truk-truk gandheng atau bus-bus patas. Dan mereka pun umumnya udah bawa peralatan sendiri, dong. Lagian kayaknya gak mungkin deh bus se-gedhe gitu mau reparasi di bengkel kecil.

Terus apa sih yang dicari sama si bapak...???
Jawabannya ada di si bapak atau kita menyimpulkan sendiri. Yang jelas belum tentu benarnya kalo menyimpulkan sendiri..., hehehe....

Mangga dipun sekecakaken.... :)